Mengatasi Masalah Kemiskinan Dan Pengangguran Dengan Ekonomi Kreatif: Solusi Atau Ilusi? - Bima News

Rabu, 12 Juni 2024

Mengatasi Masalah Kemiskinan Dan Pengangguran Dengan Ekonomi Kreatif: Solusi Atau Ilusi?

Ulya

Oleh: Himmatul 'Ulya

Pasca The 3rd World Conference on Creative Economy (WCCE) yang dihelat pada 5-7 Oktober 2022 di Bali lalu, pengarusutamaan aktivitas ekonomi kreatif di tanah air makin masif dilakukan. Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), terus-menerus menggenjot pertumbuhan ekonomi melalui sektor ekonomi kreatif (Ekraf).

Untuk itu, berbagai pelatihan dan bimbingan teknis kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) gencar dilakukan. Tak ketinggalan, dunia pendidikan, mulai dari tingkat Pendidikan Dasar hingga tingkat Perguruan Tinggi juga berlomba-lomba mengadakan bazar dan event untuk memamerkan produk hasil karya, pentas seni dan budaya dan lain-lain. Tak lain demi menggenjot proyek nasional percepatan pertumbuhan ekonomi melalui sektor Ekraf ini. 

Menparekraf Sandiaga Salahudin Uno dalam berbagai kesempatan menyatakan sangat optimis bahwa ekraf dapat membuka jutaan lapangan kerja baru bagi generasi muda (setkab.go.id).

Untuk itu, Sandiaga Uno mendorong keterlibatan generasi muda dan kaum perempuan untuk berpartisipasi aktif menciptakan inovasi dan mengembangkan kreativitas menghasilkan produk ekonomi kreatif yang bernilai jual. Harapannya, dengan Ekraf ini, problem kemiskinan dan pengangguran di kalangan milenial dan Gen-Z dapat teratasi (kemenparekraf.go.id).

Pencanangan Ekraf sebagai solusi untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran di negara-negara berkembang merupakan “resep” yang diprakarsai oleh negara-negara maju melalui Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Tahun 2021 telah ditetapkan oleh PBB sebagai Tahun Internasional Ekonomi Kreatif melalui Resolusi Umum PBB  Nomor A/RES/74/198. Negara-negara berkembang yang disebut negara dunia ketiga terus digenjot untuk mempercepat pemulihan ekonomi, melalui sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, khususnya pasca pandemi Covid-19 (https://kemenparektaf.go.id). 

Potret Kemiskinan dan Pengangguran

Antrian panjang ratusan pelamar kerja yang melamar sebagai karyawan di warung Seblak Ciamis, Jawa Barat pada Mei lalu sempat viral di media sosial tanah air. Ratusan pelamar yang didominasi generasi muda tersebut memadati jalanan di Ciamis dengan menenteng map coklat. Kisah tersebut adalah gambaran kecil terkait fenomena kemiskinan dan pengangguran di Negeri ini. Menegaskan hal itu, baru-baru ini, Badan Pusat dan Statistik (BPS) merilis data yang sangat memprihatinkan, disebutkan bahwa terdapat sebanyak 9,9 juta jiwa Gen-Z (Usia 15-25 tahun) di Indonesia yang tidak kuliah dan tidak bekerja. Biaya pendidikan yang semakin mahal, membuat Gen-Z harus mengubur mimpi untuk mengenyam pendidikan tinggi.

Selain itu, banyak laporan yang menyebutkan Gen-Z semakin kesulitan memiliki rumah di tengah harga rumah yang makin melonjak dan inflasi yang terus-menerus naik. Dampak dari inflasi yang terus meningkat, juga membuat harga kebutuhan hidup meningkat. Walhasil, kehidupan pun semakin sulit, tak heran jika banyak Gen-Z mengalami masalah kesehatan mental. 

Akar Masalah Kemiskinan dan Pengangguran

Sungguh ironis, Indonesia adalah negara yang dikenal dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, namun banyak masyarakatnya yang hidup di bawah garis kemiskinan. Meskipun hampir 79 tahun Indonesia merdeka, tetapi cita-cita untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa makin jauh panggang dari api. 
Jika dicermati, kemiskinan dan pengangguran di negeri ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, pengelolaan sumber daya alam yang bernafas kapitalisme. Konsep kebebasan kepemilikan dalam kapitalisme menjadikan sumber daya alam yang merupakan hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh para pemilik modal.

Sehingga, kekayaan alam tersebut tidak memberikan kontribusi bagi kesejahteraan rakyat. Ironisnya, penguasaan terhadap sumber daya alam tersebut mendapatkan payung hukum melalui regulasi yang dilegalkan oleh pemerintah.

Kedua, kebijakan yang memiskinkan. Kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini banyak melayani kepentingan korporasi dan merugikan rakyat. Kebijakan menaikkan harga BBM, penghapusan bensin premium, menaikkan tarif dasar listrik, menaikkan iuran BPJS, menaikkan pajak dan lain-lain adalah untuk melayani kepentingan para pengusaha sekaligus mencekik rakyat. Dampak kebijakan-kebijakan tersebut diikuti melambungnya harga kebutuhan pokok. Walhasil, kehidupan rakyat semakin sulit. Kekayaan alam tidak mereka nikmati, ditambah dengan kebijakan pemerintah yang makin mencekik. Ibarat kata, sudah jatuh tertimpa tangga pula. 

Ketiga, adanya ekonomi sektor non ril. Di sektor ini, perputaran uang dalam jumlah besar dan mengalir di kalangan para konglomerat saja. Selain itu, sektor ini tidak menyerap lapangan kerja. Walhasil, kemiskinan yang terjadi bukanlah kemiskinan absolut, melainkan kemiskinan struktural yang terjadi akibat salah kelola pemerintahan yang mengadopsi prinsip ekonomi kapitalisme. Selama prinsip ekonomi kapitalisme masih diterapkan, maka mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran hanyalah ilusi.

Solusi Islam Atasi Kemiskinan dan Pengangguran

Islam adalah agama yang syamil (lengkap/menyeluruh) dan kamil (sempurna). Islam tidak hanya agama ritual dan spiritual, akan tetapi Islam merupakan ideologi yang memiliki solusi atas segala problematika kehidupan manusia. Sebagai agama yang syamil dan kamil, Islam memiliki mekanisme yang sempurna dalam mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran. Mekanisme tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

Pertama, Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan) setiap individu warga negara dengan mendorong para laki-laki untuk bekerja menafkahi anggota keluarga yang berada dibawah tanggungannya. Apabila ada warga negara yang lemah, cacat atau tidak memiliki sanak keluarga yang menafkahi, maka negara Islam akan menyantuni orang tersebut secara langsung dengan harta dari Baitul Mal. 

Kedua, untuk menjamin para laki-laki dapat memenuhi kewajiban menafkahi keluarganya, maka negara Islam akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Negara akan membuka lahan pertanian atau menghidupkan tanah mati (tanah yang tidak produktif) untuk diolah oleh rakyat. Negara akan memberikan fasilitas, sarana dan prasarana guna menunjang produktifitas hasil pertanian.

Di sektor ekonomi, negara akan memberikan modal tanpa riba kepada rakyat untuk mengembangkan usaha halal. Negara juga akan mendorong kemajuan sektor industri yang akan menghasilkan produk-produk konsumtif maupun non konsumtif yang akan membuka lapangan kerja yang luas bagi para laki-laki. 

Ketiga, negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan kolektif masyarakat seperti menyediakan pendidikan gratis, layanan kesehatan yang gratis dan berkualitas untuk seluruh rakyat, tanpa membedakan kaya atau miskin, serta menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat agar tidak ada pelanggaran atas hak-hak manusia. Dengan hadirnya negara menjamin kebutuhan kolektif masyarakat ini, maka masyarakat tidak perlu terbebani memikirkan pendidikan, kesehatan dan keamanan diri dan keluarganya, karena ketiga hal tersebut adalah hak rakyat yang merupakan kewajiban negara. 

Keempat, negara akan menerapkan konsep Islam dalam kepemilikan. Islam membagi kepemilikan menjadi 3, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum/kolektif dan kepemilikan negara. Jalan tol, bendungan, sumber air, tambang, laut, hutan dan lain-lain adalah termasuk kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu atau swasta. Dengan prinsip ini, maka penguasaan sumber daya alam oleh segelintir oligarki seperti hari ini tidak akan terjadi. 
Wallahu’alam bishawab.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda