Ilustrasi |
bimanews.id,
Bima-Kendati kalah secara hukum, baik
ditingkat pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung. Ikhwan M. Ali, warga Desa
Tawali, Kecamatan Wera terus mencari keadilan atas tanah warisan orang tuanya
di kawasan (so) Ndano Na’e, Desa Tawali, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima.
Bersama
saudara-saudaranya Ikhwan bersurat ke BPN Kabupaten Bima, Kapolres Bima Kota.
Surat kepada BPN Kabupaten Bima tertanggal 13 Oktober 2022, meminta menertibkan
sertifikat nomor 932 atas nama Mohamad Ali AR dan nomor 933 diklaim milik H.
Jamaludin, karena berada pada lokasi yang sama.
Apalagi kata
Ikhwan, setelah mereka cek langsung ke BPN Kabupaten Bima. Sertifikat nomor 932
tercatat atas nama Mohamad Ali AR sedangkan sertifikat nomor 933 atas nama
Masrin Ahmad, bukan H. Jamaludin.
‘’Ini yang
kita minta pada BPN untuk menertibkan sertifikat dimaksud, supaya jelas,’’ terangnya
kepada media ini, Jum’at (9/12).
Sementara
surat yang ditujukan kepada Kapolres Bima Kota tertanggal 28 November 2022,
mengadukan soal pengukuran tanah telah bersertifikat oleh oknum pegawai BPN
dibantu oknum anggota polisi dan H. Jamaludin sekitar awal tahun 2020.
Persoalan itu telah dilaporkan pada Polsek Wera pada 23 September 2021, dengan dugaan
pemalsuan dokumen. Namun, tidak diproses lebih lanjut.
‘’Kita bukan
tidak menghormati keputusan lembaga hukum yang menyatakan penggugat H.
Jamaludin sebagai pemenang hingga di tingkat MA. Namun, kejanggalan yang ada
juga harus diperjelas,’’ tandasnya.
Terutama
kata dia, H. Jamaludin sebagai pihak penggugat yang dinyatakan sebagai pemenang
bisa menunjukkan sertifikat tanah nomor 933 benar atas nama dia atau bukan?.
Termasuk menjelaskan, lokasinya dan bagaimana hak atas tanah itu diperoleh.
Karena kata
dia, sertifikat tanah di Kawasan Ndano Na’e, Desa Tawali itu keluar tahun 1986,
diberikan pemerintah RI melalui Menteri Transmigrasi. Karena saat meletusnya
Gunung Sangiang tahun 1985, pemerintah memberikan tanah kepada warga yang
kehilangan tempat tinggal.
Saat itu
jelasnya, pemerintah membentuk tim yang melibatkan Mohamad Ali AR, Masrin Ahmad dan H.A. Wahab.
Mereka membantu kelancaran proses pengukuran tanah untuk warga korban gunung
meletus. Sebagai penghargaan atas jasa mereka, tiga orang tersebut diberikan
tanah tegalan bersama sertifikat masing-masing.
‘’Tanah itu
kita garap sejak tahun 1986 hingga sekarang. Sudah berlangsung 36 tahun,’’
sebutnya.
Namun, tanah
yang telah dipagar keliling dan memiliki sertifikat itu diukur oleh H.
Jamaludin Cs. Kemudian mengklaim sertifikat tanah nomor 933 sebagai miliknya,
hingga dijadikan dasar untuk menggugat tanah tersebut secara perdata pada
Pengadilan Negeri Raba Bima hingga Mahkamah Agung.
Padahal
hampir seluruh warga Tawali mengetahui persis tanah milik Mohamad Ali AR
(Almarhum, red) di kawasan Ndano Na’e. Itu diperkuat dengan surat yang
ditandatangani 22 orang warga setempat yang ditujukan pada Camat Wera.
Dalam surat
itu warga mengaku, Mohamad Ali AR mendapatkan tanah seluas 1 hektare dari
Menteri Transmigrasi melalui Pemerintah Kabupaten Bima. Tanah tegalan itu
sebagai imbalan atas jasanya membantu panitia mengukur tanah untuk warga korban
Gunung Sangiang yang meletus tahun 1985.
‘’Warga juga
mengaku, tidak melihat H. Jamaludin memiliki tanah di kawasan tersebut. Mereka
siap bertanggungjawab atas pernyataan itu,’’ terangnya.
Dengan dasar
itu Camat Wera, H.M. Ridwan S.Sos bersurat ke BPN Kabupaten Bima tanggal 21
November 2022, dengan nomor surat 640/663/04.D.Pem/2022, perihal mohon
menertibkan sertifikat tanah. Menyusul
terbitnya sertifikat 933 tahun 2020 atas nama H. Jamaludin di atas tanah
bersertifikat nomor 932 atas nama Mohamad Ali AR.
‘’Kami
sangat berharap BPN untuk turun ke lokasi, agar ada kejelasan dan tidak terjadi
dualisme,’’ tandas camat dalam surat tersebut.
Nasarudin,
warga Desa Tawali mengaku, sempat menegur ketika oknum petugas BPN inisil AH
bersama H. Jamaludin mengukur tanah milik Mohamad Ali AR (almarhum). Karena
tanah tersebut memiliki sertifikat, setiap tahun digarap, telah dipagar
keliling dan telah dipasang pal.
‘’Karena
tidak dihiraukan, saya pulang. Namun sempat mengambil foto orang-orang yang
mengukur tanah saat itu,’’ katanya. (red)