Andi Sudirman |
bimanews.id,
Bima-Kendati berkas kasus dugaan korupsi Saprodi dan cetak sawah baru tahun
2015-2016 telah P21 sejak akhir September lalu, hingga kini belum tahap dua. Antara
penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Bima dengan penyidik Polres Bima masih
koordinasi mengenai waktu yang tepat.
"Kita
masih koordinasi untuk tahap dua," ucap Kasi Intel Kejaksaan Negeri Bima,
Andi Sudirman, SH ditemui di kantor setempat, Senin (10/10)
Hingga kini
katanya, belum terkonfirmasi kapan waktu
pelimpahan tersangka dan barang bukti (tahap dua). ‘’Penuntasan perkara
tersebut tetap, namun ada proses sesuai aturan yang harus dilalui. Tidak
mandek," katanya.
Untuk
diketahui, penyidik Polres Bima menetapkan mantan Kepala Dinas Pertanian dan
Holtikultura Kabupaten Bima M. Tayeb sebagai
tersangka.
M. Tayeb
disangka dengan pasal 2 dan 3 Undang undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
nomor 20 tahun 2021 dengan ancaman minimal 1 tahun dan maksimal seumur hidup.
Kemudian mantan
Kepala Bidang pada Dinas Pertanian dan Holtikultura Kabupaten Bima Muhamad dan
mantan Kasi Nur Mayangsari juga sebagai tersangka.
Kedua
tersangka dijerat dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor Nomor 20 Tahun 2021 dengan
ancaman minimal 1 tahun, maksimal seumur hidup junto pasal 55 KUHP, turut
serta.
Tersangka M.
Tayeb dengan berkas sendiri, sedangkan Muhamad dan Nur Mayangsari dalam satu
berkas.
Sebelumnya,
anggaran pengadaan Saprodi cetak sawah baru tahun 2016 senilai Rp. 14,5 miliar.
Proyek dari Kementerian Pertanian RI itu mulai dilidik Polisi pada tahun 2018.
Pada tahun 2020 mulai ditingkatkan tahap penyidikan terhadap proyek yang
dilaksanakan oleh TNI itu.
Pada 2016
Pemerintah Kabupaten Bima mendapat program cetak sawah baru periode 2015- 2016
dan bantuan Saprodi yang bersumber dari APBN.
Dalam
program tersebut, Dinas Perhatian Provinsi NTB sebagai KPA dan Dinas Pertanian
Kabupaten selaku PPK. Kabupaten Bima mendapat kucuran dana Rp 14.474.000.000
untuk 241 kelompok tani.
Rinciannya,
83 kelompok tani mendapat Rp 5.560.000.000 dan 158 kelompok tani Rp
8.914.000.000.
Dana
tersebut dicairkan dua tahap melalui rekening kelompok tani. Tahap pertama
sebesar 70 persen atau Rp 10.139.500.000 dan 30 persen tahap kedua senilai Rp
4.113.100.000. Dari hasil audit BPKP perwakilan NTB ditemukan kerugian negara
Rp 5.116.769.000 dari total bantuan Rp 14.474.000.000.
Sementara,
dana bantuan dicairkan kepada 241 kelompok tani hanya Rp 9.357.231.000. (fir)