Dua utusan salah satu perusahan jasa konstruksi yang diperiksa KPK di Kantor BPKP NTB, Selasa (11/10) |
bimanews.id,
Mataram-Saksi penting yang disebut-sebut sebagai saksi kunci inisial L
membeberkan alur dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dugaan TPPU
senilai Rp 5,3 miliar disinyalir terkait pelaksanaan 15 paket proyek tahun
anggaran 2019 pada Bidang Bina Marga dan Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kota
Bima.
Informasi
yang dihimpun dari beberapa sumber, Selasa (11/10), tim penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) beranggotakan 6 orang memeriksa 4 rekanan dan seorang
saksi penting inisial L.
Keempat
rekanan itu, Direktur PT. Risalah Jaya Konstruksi, PT. Budi Mas, PT. Bali
Lombok Sumbawa, CV. Indo Bima Mandiri dan CV. Putra Melayu.
Usai
memeriksa empat rekanan, penyidik KPK mengerucut pada keterangan saksi L dan
kuasa direktur dan atau utusan dari PT Budi Mas dan PT Bali Lombok Sumbawa.
Tim penyidik
KPK mengkonfrontir keterangan L dengan kuasa direktur dan atau utusan dari
kedua perusahaan yang diketahui pelaksana proyek hotmix dan sarana kelistrikan
tahun 2019. Konfrontir itu terkait
teknis pekerjaan hingga manajemen internal masing masing kedua perusahan.
Selain itu,
mencuat kabar, penyidik KPK menelisik hubungan kerja antara L, MM dengan kedua
perusahaan tersebut. Karena diketahui, tahun 2019 PT. Bali Lombok Sumbawa
menggarap paket proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) kawasan rumah relokasi Oi
Fo’o 2 dengan nilai kontrak Rp 1,1 miliar.
Paket
pekerjaan tersebut tertuang dalam Daftar Isian Pengunaan Anggaran (DIPA) Bidang
Bina Marga Dinas PUPR Kita Bima tahun anggaran 2019.
Sumber
menyebutkan, PT. Bali Lombok Sumbawa mengutus dua orang menghadap penyidik KPK.
Saat dikonfrontir dengan L, kedua utusan itu mengaku proyek PJU dikerjakan
sendiri.
Dikutip dari
berita ntbsatu.com dikutip, keterangan utusan PT. Bali Lombok Sumbawa
dicocokkan dengan kesaksian L yang memegang bukti transaksi dugaan TPPU.
Saksi L
membantah keterangan dari utusan PT.
Bali Lombok Sumbawa. Menurut L, proyek
tersebut dikendalikan Muhamad Makdis.
Selain paket
proyek yang dikerjakan PT. Bali Lombok Sumbawa, saksi L juga menyebut ada 14
perusahan jasa konstruksi lain di bawah kendali operasional Muhamad Makdis
selama proses pengadaan dan pengerjaan. Mendengar keterangan tersebut, utusan
PT Bali Lombok Sumbawa down.
Menurut
sumber lain, L adalah saksi penting yang mengetahui kendali 15 paket proyek
yang terkait dengan dugaan suap dan gratifikasi pejabat di Kota Bima.
Selain 15
paket proyek itu, KPK juga menelusuri dugaan praktek Kolusi, Korupsi dan
Nepotisme (KKN) belanja modal pada Dinas
PUPR Kota Bima mulai tahun 2018. Termasuk realisasi APBD murni tahun anggaran
2022.
Seperti
diberitakan sebelumnya, L memegang 16 bukti transaksi terkait TPPU senilai Rp 5,3
miliar yang mengalir ke oknum pejabat di Kota Bima.
Antara L dan
Muhamad Makdis tidak memiliki hubungan kerabat, namun ada ikatan hubungan
emosional. L dan Muhamad Makdis diketahui kongsi dalam PT. Risalah Jaya
Konstruksi dan memiliki relasi kuat.
Bukti berupa
salinan transaksi maupun dokumen lain telah diserahkan ke penyidik KPK sesuai
dengan permintaan sebelumnya.
Selain L yang juga utusan PT. Risalah Jaya Konstruksi,
KPK juga memintai keterangan tiga perusahaan lain. Yakni, PT. Budi Mas, PT. Bali Lombok Sumbawa, CV.
Indo Bima Mandiri dan CV. Putra Melayu.
Dua utusan
PT. Bali Lombok Sumbawa, enggan menyampaikan penjelasan kepada wartawan seputar
pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Saat
doorstop untuk ketiga kalinya, kepada wartawan, dua pria yang enggan menyebut
identitasnya itu hanya mengakui menyerahkan dokumen ke penyidik KPK.
"Kita
hanya serahkan dokumen ke penyidik KPK," ucap salah seorang sembari
berlalu.
Kepala BPKP
NTB, Ilham Nurhidayat yang dikonfirmasi sebagai pemilik tempat, membenarkan
gedungnya dipinjam pakai KPK.
“Memang ada
surat permintaan pinjam tempat dari KPK. Hari ini memang ada penggunaan di
salah satu ruangan kami. Tapi apa kegiatannya,
kami gak tahu persis,” ujarnya dihubungi, Selasa (11/10).
Diberitakan
sebelumnya, KPK mengusut dugaan fee dan TPPU pada 15 paket proyek tahun 2019 di
Dinas PUPR Kota Bima.
Berikut nama
perusahaan, nilai kontrak dan lokasi pekerjaan yang dilaporkan dan diusut oleh
KPK.
1. CV Zhafira
Jaya mengerjakan jalan lingkungan perumahan Jati Baru dengan nilai kontrak Rp
1.365.988.017 miliar.
2. CV Buka
Layar mengadakan listrik dan Penerang Jalan Umum (PJU) perubahan Jati Baru
dengan nilai kontrak Rp 618.337.178 juta.
3. CV Nawi
Jaya melaksanakan pekerjaan jalan lingkungan perumahan Oi Fo'o dengan nilai
kontrak Rp 5.321.521.292 miliar.
4. CV Buka
Layar mengadakan listrik dan PJU perumahan Oi Fo'o dengan nilai kontrak Rp
912.444.957 juta.
5. CV Risala
Jaya Konstruksi melaksanakan pekerjaan pelebaran jalan Nungga - Toloweri CS
dengan nilai kontrak Rp 6.750.583.482 miliar.
6. CV Cahaya
Berlian melaksanakan pengadaan lampu jalan Kota Bima dengan nilai kontrak Rp
1.437.559.559 miliar.
7. PT Bali
Lombok Sumbawa melaksanakan pengadaan listrik dan PJU Oi Fo'o 2 dengan nilai
kontrak Rp 1.188.110.334 miliar.
8. CV Risala
Jaya Konstruksi melaksanakan pembangunan jalan lingkungan perumahan Oi Fo'o 2
dengan nilai kontrak Rp 10.219.853.916 miliar.
9. CV Voni
Perdana melaksanakan pengadaan mobil unit penerangan MUPEN dengan nilai kontrak
Rp 787 juta.
19. CV Nawi
Jaya melaksanakan proyek SPAM Kelurahan Paruga dengan nilai kontrak Rp
571.733.000 juta.
11. CV Temba
Nae mengerjakan SPAM Kelurahan Tanjungan dengan nilai kontrak Rp 476.560.000
juta..
12. CV Indo Bima
Mandiri mengerjakan SPAM Kelurahan Pane dengan nilai kontrak Rp 286.990.000
juta.
13. CV
Mutiara Hitam mengerjakan SPAM dengan nilai kontrak Rp 384 juta.
14. CV
Yuanita mengadakan sarana dan prasarana sidang Terra dengan nilai kontrak Rp
562.919.610 juta.
15. CV
Berlian dengan pekerjaan rehabilitasi D.I Rontu senilai Rp. 980 juta. (fir)