Dedi Irawan |
bimanews.id, Kota Bima- Pemerintah Kita (Pemkot) Bima meliris telaahan hukum kaitan tentang status
keperdataan pinjam meminjam perusahan jasa konstruksi. Tanggung jawab yang
timbul melekat pada direktur dan peminjam.
"Hati
hati bagi para direktur PT atau CV meminjamkan perusahaan pada pihak lain. Karena
berakibat secara hukum kepada pemilik perusahan," sebut Kepala Dinas
Kominfotik Kota Bima melalui Kepala Bagian Hukum Setda Kota Bima, Dedi Irawan,
SH dihubungi via pesan WhatsApp, Senin
(10/10).
Selama ini,
pinjam meminjam perusahaan jasa konstruksi menjadi kebiasaan. Ketika peminjaman
itu diikuti dengan surat kuasa, tidak
berdampak hukum bagi pemilik perusahan.
Beda jika,
pinjam meminjam perusahan itu tanpa
surat kuasa. Maka tanggung jawab tetap melekat pada direktur perusahan.
"Bukan
berarti perbuatan meminjam bendera itu tidak mengandung potensi pelanggaran
hukum," tuturnya.
Secara
keperdataan lanjut dia, yang bertanggungjawab terhadap penyelesaian pekerjaan
adalah direktur perusahaan yang menandatangani kontrak.
Apabila ada
kerugian negara atau gratifikasi pada pejabat negara, dan terbukti perusahaan
dipinjamkan kepada orang lain. Maka pertanggungjawaban
pidana dibebankan pada direktur dan peminjam perusahaan.
“Artinya,
keduanya dapat terjerat sebagai pelaku tindak pidana korupsi," terangnya.
Sangkaan
pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dapat menjerat pemilik
perusahan dan peminjam. Tergantung
delik.
“Jika
deliknya adalah perbuatan melawan hukum mengakibatkan kerugian negara atau ada
pemalsuan dokumen. Keduanya terjerat pasal ikut serta melakukan tindak pidana”
jelasnya.
Pasal dalam
KUHP yang dapat menjerat pelaku itu diatur pada pasal 55 ayat (1) ke 1 atau
bisa juga disebut membantu seperti diatur dengan pasal 56 KUHP.
“Kalau
deliknya suap, maka pelaku penyuapan dan yang menerima suap, atau dua duanya
bisa dipertanggungjawabkan secara pidana," bebernya.
Meminjamkan
perusahaan kepada orang lain setidaknya melanggar tiga persoalan. Yakni,
melanggar prinsip dan etika pengadaan sebagaimana diatur dalam pasal 6 dan 7
Perpres Nomor 16 Tahun 2018, tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
"Dalam
pasal 7 mengharuskan semua pihak yang terlibat PBJ mematuhi etika, termasuk
mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara," tuturnya.
Melanggar
larangan membuat dan memberikan pernyataan tidak benar atau memberikan
keterangan palsu, sesuai Peraturan LKPP nomor 9 tahun 2019.
Kemudian, menabrak
larangan mengalihkan seluruh atau sebagian pekerjaan kepada pihak lain. Itu diatur
pada Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018, tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
“Pinjam
bendera sudah pasti melanggar ketentuan,” tambahnya. (fir)