Ilustrasi |
bimanews.id, Bima- Dugaan pemotongan ongkos
tukang pada program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2022 di
Kecamatan Donggo, mirip kasus kasus dugaan korupsi Bansos kebakaran tahun 2020.
Kasus pemotongan dana ongkos tukang di
Desa Mbawa Rp. 100 ribu per orang, dengan dalih untuk biaya pelaporan. Begitu
juga dengan kasus Bansos kebakaran, untuk pembuatan SPj.
Dana program BSPS tahun 2022 bersumber
dari Kementerian PUPR RI. Sedangkan dana Bansos kebakaran tahun 2020 bersumber
dari Kementerian Sosial RI.
Dalam kasus dana Bansos kebakaran
tahun 2020, Kejaksaan Negeri Bima menetapkan tiga orang tersangka, yakni mantan
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima, H. Sirajudin. Mantan Kepala Bidang
Linjamsos Ismud dan pendamping dana Bansos Sukardin.
Selain dugaan pemotongan dana ongkos
tukang, pada program BSPS di Desa Mbawa juga ditengarai ada mark-up harga bahan
material yang didrop pihak toko melalui fasilitator lapangan
Penentuan toko yang mendrop material untuk
warga penerima manfaat diduga kuat diatur atur oknum berwenang dalam program
itu.
Dalam lampiran Keputusan Menteri PUPR
Nomor 115/KPTS/M/2022, diketahui jumlah penerima
bantuan BSPS Kabupaten Bima sebanyak 439 unit. Tersebar di Kecamatan Donggo, Wera,
Lambitu, Langgudu dan Kecamatan Belo.
Untuk Kecamatan Donggo yakni, di Desa
Mbawa sebanyak 44 unit, Desa Doridungga 62 unit, Desa Ndano Na'e 18 unit, Desa
O'o 34 unit dan Desa Palama 23 unit.
Seorang penerima bantuan H.
Abdurrahman, warga RT 27, RW 03 Desa Mbawa, mengaku memperoleh program BSPS
tahun 2022.
Saat ini dia sedang menuntaskan program
BSPS. Memasang dinding rumah panggung menggunakan papan kayu dari swadaya.
Dari program BSPS dia memperoleh
bantuan material berupa Spandek tipe (B) setebal 0,30 mili meter, panjang 5
meter sebanyak 28 lembar. Kayu usuk ukuran 4x6 sebanyak 12 ikat, triplek taek
Wood setebal 8 mili meter sebanyak 20 lembar.
Bahan lain yang juga diterimanya,
berupa paku seng 4 Kg, paku ukuran 7 cm
sebanyak 3 Kg, paku ukuran 10 cm sebanyak 2 Kg, kloset duduk 1 buah, pipa 3
inchi 1 batang, bubungan spandek 4 lembar dan papan kayu lantai sebanyak 10
lembar.
"Bahan-bahan itu dibawa oleh
ketua kelompok yang didrop oleh fasilitator. Sebelumnya kita sampaikan ke
kelompok apa saja bahan yang dibutuhkan," katanya saat ditemui di
kediamannya, Sabtu (30/9).
Selain barang, H Abdurrahman mengaku, juga menerima uang tunai Rp. 1.150.000 juta
dari seharusnya Rp. 1.250.000 juta.
"Persisnya saya kurang paham
mengapa ada pemotongan. Sepintas dikasi tau untuk disimpan dalam
rekening," akunya.
Dalam petunjuk teknis pelaksanaan
program BSPS tahun 2022, disebutkan sebelum memulai pekerjaan, penerima bantuan
dikumpulkan untuk menentukan harga satuan barang material. Disepakati toko dan
pemberitahuan jumlah material yang dibutuhkan.
"Seingat saya, tidak pernah ada
rapat kaitan penentuan harga maupun jumlah bahan yang kita butuhkan. Kita kasi
tau barang yang dibutuhkan, kemudian diantar ke rumah," ungkapnya.
Ketua kelompok 3 BSPS Desa Mbawa, Haerudin mengatakan, ada 4 unit rumah batu dan 12 unit rumah panggung yang menjadi sasaran program pada kelompoknya.
Kata dia, material yang diserahkan
kepada pemilik rumah senilai Rp 17,5
juta. Berupa kayu ukuran 5x7 sebanyak 5
ikat dan ukuran 4x6 sebanyak 7 ikat.
"Per orang mendapat bantuan Rp 20 juta. Mereka diberikan
dalam bentuk bahan senilai Rp 17.500.000
juta, bentuk uang untuk ongkos tukang Rp 2.500.000," sebutnya.
Material bangunan diantar oleh
fasilitator Ardiansyah. "Masyarakat sampaikan ke saya kebutuhannya, kemudian barang didrop pak Ardi (Ardiansyah),"
sebutnya.
Begitu juga dengan bahan material
untuk masyarakat yang membangun rumah permanen. Berupa berupa semen, besi dan
pasir. Juga didrop oleh fasilitator.
"Untuk rumah panggung harga
spandek saja Rp 7 juta. Untuk rumah permanen, menerima semen 20 zak, besi
bervariasi, pasir ada yang 1 truk dan 2 truk," tambahnya.
Tenaga Fasilitator Lapangan Desa
Mbawa, Ardiansyah menjelaskan, warga
penerima manfaat menyampaikan kebutuhan barang,
pihaknya melanjutkan kepada toko yang telah berkerjasama.
"Selanjutnya toko mendrop ke
masyarakat sesuai kebutuhan. Untuk pembayaran, dilakukan per termin. Dibayar
langsung oleh bank ke toko," jelasnya.
Ardiansyah membenarkan, ada
pengurangan nilai uang sebesar Rp. 100 ribu per orang dari uang ongkos tukang.
"Untuk ongkos tukang Rp 2,5 juta,
diterima dua kali. Pencairan tahap pertama
Rp 1.250.000, Rp. Dipotong Rp 100 ribu untuk biaya administrasi
pelaporan," akunya dihubungi via sambungan Whatsapp, Sabtu (1/10).
Pelaporan kata dia, harusnya oleh
warga penerima manfaat namun ditangani fasilitator. ‘’Kita tidak paksa warga
untuk memberikan Rp 100 ribu untuk biaya administrasi pelaporan,’’ tandasnya.
Kaitan toko bahan bangunan yang
mendrop barang ke Kecamatan Donggo ada dua toko. Yakni
toko di Dusun Muku, Desa Sanolo
dan di Desa Rato, Kecamatan Bolo.
Mengapa tidak memilih toko di
Kecamatan Donggo? Aridansyah beralasan,
pemilik toko di Donggo tidak berminat karena tidak cash, melainkan setiap termin.
Harga spandek yang dituangkan dalam
Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk program BSPS di Kecamatan Donggo Rp 50 ribu
per meter. Padahal harga pasar untuk
spandek ukuran tebal 0,30 centi meter tipe B Rp. 44 ribu per meter.
Ada selisih Rp. 5.000 ribu per meter
untuk material jenis Spandek yang diduga di-mark-up. Belum diketahui harga
material lain, seperti kayu usuk yang didrop dalam satu ukuran, besi yang
didrop dengan ukuran ketebalan 10 milimeter (kurus).
" Untuk spandek saja biayanya
sampai Rp 8.750.000. Belum termasuk material yang lain. Untuk penentuan toko di
Desa Rato silahkan tanyakan fasilitatornya pak Mus," arahnya.
Tenaga Fasilitator Mus, yang dihubungi
via pesan WhatsApp, membenarkan ada penarikan biaya pelaporan senilai Rp. 100
ribu per orang.
"Uang itu untuk beli materai
pembuatan laporan. Kita tidak memaksa masyarakat, seikhlas mereka saja,"
katanya. (fir)