Sarifudin, warga Kecamatan Belo sebagai salah seorang yang menerima bantuan program BSPS saat berdiri di depan rumahnya di RT 05, Desa Ngali, Senin (3/10) |
bimanews.id, Bima-Koordinator
Fasilitator (Korfas) Kabupaten Bima program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(BSPS) inisial Ashadin diduga nyambi sebagai penyuplai material ke penerima
bantuan.
Dugaan keterlibatan Ashadin sebagai
supplier bahan bangunan itu terungkap dari pengakuan seorang warga penerima
bantuan Sarifudin. Didampingi istrinya
Aminah mengaku, material bangunan diambil dari toko LB milik ibu Oti, depan Masjid
Desa Rasabou, Kecamatan Woha.
Diketahui, LB adalah sekolah Luar
Biasa (LB) milik H. Haerudin, di Dusun Anggrek, Desa Rasabou, Kecamatan Woha. H. Haerudin adalah ayah dari Ashadin, Korfas BSPS Kabupaten Bima.
Hasil penelusuran wartawan, LB tidak
memiliki toko bangunan dengan aktivitas menjual bahan bangunan. Hanya saja, di
bagian belakang, ada gudang berisi semua jenis bahan bangunan.
Aminah mengaku, dia dan penerima
bantuan lain diarahkan ke toko tersebut untuk membeli semua jenis bahan
bangunan yang dibutuhkan.
"Katanya, toko tersebut bekerjasama dengan pemerintah
dan semua kelompok yang menerima bantuan," aku warga Desa Ngali ini.
Suatu hari kata Aminah, pernah
mendatangi toko dimaksud untuk komplain soal harga, karena lebih tinggi dibanding
toko lain. "Saat itu ibu Oti
sampaikan, setiap item barang naik Rp 10
ribu sebagai keuntungan. Misalnya harga besi 10 mm di toko lain Rp 80 ribu, kita beli di toko
ibu Oti Rp 90 ribu," bandingnya.
Untuk uang ongkos tukang Rp 2,5 juta,
baik Sarifudin maupun Mukrim mengaku, belum mereka terima.
Material yang telah diterima
Sarifudin, berupa semen 15 sak, batu 1 truk, pasir 1 truk, kawat 10 mm sebanyak
10 batang, seng 20 lembar, kayu usuk 11 ikat, kayu reng 3 ikat, kareta dorong 1
buah, keramik 6 kotak, plitur 5 botol, tiner 1 botol dan bata sebanyak
2 ribu biji.
Selain soal harga material yang lebih
tinggi dibanding took lain, Sarifudin dan Aminah juga memprotes harga pasir yang didrop ibu Oti.
"Dalam nota terulis harga pasir Rp 1, 9 juta untuk satu truk. Sedangkan harga pasir jenis
yang sama biasa dibeli warga setempat hanya Rp 1,6 juta. Ada selisih harga Rp 300
ribu," protesnya.
Sementara Mukrim, warga Desa Ngali penerima
bantuan program BSPS mengaku, hingga kini belum menerima bahan material.
Padahal dia telah didata sejak beberapa bulan lalu.
"Sekitar bulan Juli lalu, ada
petugas namanya ibu Tirta datang mendata material apa saja yang
dibutuhkan," sebut Mukrim ditemui
di kediamannya.
Kepada Ibu Tirta, Mukrim mengaku,
telah memberikan catatan kebutuhan material untuk memperbaiki rumah
panggungnya.
"Sampai sekarang belum ada droping
bahan yang saya butuhkan. Kalau warga lain sudah dapat. Malah ada yang sedang selesaikan pekerjaan," tutur
Ketua RT 05, Desa Ngali Kecamatan Belo ini.
Material yang dibutuhkan sebut Mukrim, kayu tiang ukuran 8x10 cm
sebanyak 9 batang, kayu ukuran 5x10 cm panjang 8 meter sebanyak 6 batang,
triplek setebal 15 mili meter sebanyak 20 lembar, kayu ukuran 5x10 cm pajang 6
meter sebanyak 40 batang, seng 80 lembar dan paku seng sebanyak 1 kg.
Sebelumnya, kata Mukrim, Tirta pernah
menyampaikan total nilai bantuan untuk program BSPS Rp 20 juta. Dari angka tersebut, Rp 17,5 juta
untuk pembelian material dan Rp 2,5 juta
untuk ongkos tukang.
Namun, tidak pernah dijelaskan, took tempat beli
bahan dimaksud maupun soal harga per item material yang dibutuhkan.
"Kita hanya dikasi tau bahan
(material) apa saja yang dibutuhkan, supaya didrop oleh toko di Tente. Saya berikan catatan, sampai sekarang belum dibawa,"
keluhnya.
Korfas BSPS Kabupaten Bima, Ashadin yang dikonfirmasi via pesan WhatsApp mengaku, program BSPS telah dilaksanakan sesuai dengan tahapan. "Droping material sudah melalui tahapan survey oleh penerima," katanya dihubungi, Senin (3/10).
Ashadin tidak menjelaskan soal dugaan nyambi
bisnis material, hingga soal selisih harga Rp 10 ribu per item material. "Sebaiknya
kita bertemu bang," kilahnya.
Program BSPS di Kabupaten Bima
tersebar pada lima kecamatan. Kecamatan Lambitu,
di Desa Kuta sebanyak 20 unit, Desa Londu 28 unit dan Desa Teta 15 unit.
Kecamatan Langgudu, yakni di Desa Kalodu sebanyak 15 unit, Desa Kangga 24 unit, Desa Sambane 22 unit dan Desa Waduruka sebanyak 19 unit. Kecamatan Wera, di Desa Nanga Wera 15 unit dan Desa Tawali 36 unit.
Kecamatan Belo, di Desa Ncera 17 unit, Desa Ngali 22 unit dan Desa Soki 27 unit. Kemudian Donggo, yakni di Desa Mbawa 44 unit, Desa Doridungga 62 unit, Desa Ndano Na'e 18 unit, Desa O'o 34 unit dan Desa Palama 23 unit. (fir)