Ilustrasi |
bimanews.id,
Bima-Tersangka kasus dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansos)
"Bernyanyi". Jika sebelumnya, Drs. H. Andi Sirajudin mengaku ada
oknum jaksa meminta ung Rp 50 juta untuk kompensasi kasus.
Kini
giliran, mantan Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinas
Sosial Kabupaten Bima, Ismud. Tersangka kasus dugaan korupsi Bantuan Sosial
(Bansos) kebakaran ini menyebut, penarikan uang SPj merupakan skenario mantan
Kepala Dinas Sosial, Drs. H. Andi Sirajudin.
"Saya
bersumpah, pak Sirajudin yang menyuruh saya kumpulkan para kepala desa di
ruangan kerjanya," aku Ismud dihubungi via seluler, Kamis (8/9).
Sebagai
bawahan kata dia, tidak mungkin berani mengumpulkna para kepala desa tanpa ada
perintah. "Itu perintah atasan kepada bawahan. Apalagi, saya tidak
memiliki nomor telepon para kepala desa itu," katanya.
Dia membenarkan
pernyataan Sirajudin sebelumnya. Ada pertemuan sejumlah kepala desa di ruangan
Kepala Dinas Kabupaten Bima saat itu. Setelah itu para kepala desa diarahkan
untuk ke ruangan kerjanya.
Terkait penentuan
biaya pembuatan SPj lanjut Ismud, telah disepakati saat pertemuan di ruangan kerja
pak Sirajudin. "Saat itu Pak Sirajudin menanyakan kepada para kepala desa,
apakah SPJ nanti dibuat sendiri oleh kepala desa atau oleh pendamping,"
kutip Ismud.
Para kepala
desa lanjutnya, mengaku tidak bisa
membuat SPj. Sehingga diarahkan Pak Sirajudin
untuk menarik uang pembuatan SPj antara Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta.
"Nanti
tergantung berapa yang dikasih oleh kepala desa," terangnya mengutip penjelasan Sirajudin saat
pertemuan tersebut.
Ismud
meluruskan statemen Kepala Desa Padolo, Lukman SP sebelumnya soal penyerahan uang pembuatan SPj
senilai Rp. 18,5 juta. ‘’Dia (Lukman) menyerahkan uang kepada saya karena tidak
berani menemui langsung Sirajudin. Uang
yang diserahkan untuk pembuatan SPj 15 juta. Kemudian saya kembalikan Rp 1 juta
kepada Lukman," terangnya.
"Bukan
Rp 18,5 juta yang diserahkan Kades Padolo saat itu,’’ tambahnya.
Setelah menyerahkan
uang, Lukman mendesaknya untuk menandatangani rekomendasi pencairan. Sementara saat
itu Kadis Sosial sedang berada di Jakarta. ‘’Saat itu saya katakan, tidak
berwenang menebitkan rekomendasi," bebernya.
Dari
pernyataan mantan Kadis Sosial sebelumnya menurut Ismud, terkesan penarikan
uang SPj Bansos kebakaran itu adalah inisiatif dirinya.
"Saya
berani bersumpah. Saya siap pertanggungjawabkan apa yang saya sampaikan ini.
Mana mungkin bawahan berani melakukan itu tanpa perintah atasan," tandasnya.
Termasuk katanya,
tidak mengetahui berapa total uang yang terkumpul untuk pembuatan SPj dari
korban kebakaran dari enam desa tersebut.
"Yang
mengumpulkan uang itu adalah pendamping
Sukardin,’’ elak Ismud.
Apalagi
posisinya bukan sebagai PPTK maupun PPK. Sama sekali tidak memiliki kewenangan,
tanpa ada perintah dari atasan.
Dia juga menceritakan,
saat banjir di Sanggar, diperintahkan Sirajudin untuk mengambil uang ke
Sukardin untuk sewa mobil. Penyerahan
uang itu disaksikan banyak orang. Saat terjadi banjir di Woha, pernah pinjam
uang ke Sukardin Rp 30 juta untuk biaya tim Tagana.
Uang senilai
Rp 30 juta yang dipinjam untuk operasional tim Tagana itu telah dikembalikan
pada Sukardin. "Dipergunakan untuk apa setelah dikembalikan, saya tidak tahu,"
tutupnya.
Drs. H. Andi Sirajudin dihubungi terkait pernyataan Ismud belum bisa memberikan penjelasan. ''Saya sedang menghadiri acara wisuda anak,'' katanya dihubungi via WhatsApp, Kamis (8/9)
Pada berita sebelumnya Drs.
H. Andi Sirajudin menjelaskan, Bansos kebakaran itu masuk langsung ke rekening
penerima manfaat. Pencairannya langsung oleh masing-masing penerima manfaat.
"Saya hanya menerbitkan rekomendasi pencairan. Dana Bansos itu dicairkan
dalam dua tahap. Pertama 60 persen dan tahap kedua 40 persen," jelasnya.
Setelah pencairan
tahap pertama, penerima manfaat harus membuat pertanggungjawaban sendiri untuk
pencairan tahap kedua."Tetapi mereka tidak bisa membuat SPj sendiri. Maka
dimintai bantuan pada pendamping yang juga staf saya," sebutnya.
Kedua
stafnya pernah konsultasi kaitan nominal yang akan diambil pada penerima
manfaat sebagai jasa pembuatan SPj. "Kepada kedua pendamping saya sarankan
mengambil Rp 500 ribu saja. Sehingga terkumpul uang 90 juta lebih,"
tuturnya.
Dari jumlah
itu, dia pernah mengambilnya dengan status pinjaman Rp 20 juta. Rp 5 juta untuk
perbaiki mobil, Rp 5 juta untuk beli ban mobil dan Rp 10 juta untuk biaya SPPD.
"Uang
yang saya pinjam Rp 20 juta itu sudah saya kembalikan setelah anggaran dinas
cair. Saya tidak pernah nikmati satu sen pun uang jasa tersebut,"
tegasnya. (fir)