Ilustrasi |
bimanews.id,
Bima-Aliran dana Bantuan Sosial (Bansos) kebakaran tahun 2020 yang diduga
dikorupsi terkuak. Dana yang ditarik dengan alasan untuk pembuatan SPj itu mengucur ke mana-mana.
Ketiga
tersangka ikut menikmati, lima orang pendamping juga kebagian jatah, termasuk
untuk membiayai operasional tim Tagana. Sebahagian disisihkan untuk biaya
pembuatan SPj.
Tersangka
Sukardin yang membeberkan kucuran aliran dana kasus dugaan korupsi Bansos
kebakaran tahun 2020 itu. Total anggaran yang dikucurkan Kementerian Sosial RI
untuk 248 Kepala Keluarga (KK) korban kebakaran senilai Rp 5,3 miliar.
Awalnya kata
Sukardin, tidak terlibat dalam
penanganan Bansos kebakaran tahun anggaran 2020 itu. Karena Edi Sahroni, seorang
Kasi pada Dinas Sosial Kabupaten Bima tidak masuk kantor kurang lebih dua
bulan, sibuk dengan urusan Pilkada.
"Saya
ditunjuk sebagai pendamping melalui SK Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sirajudin,
menggantikan tugas pak Edi Sahroni," kisah Sukardin dihubungi via WhatsApp,
Kamis (8/9).
Tugasnya, membantu
maupun membuat proposal pengusulan anggaran untuk korban kebakaran ke
Kementerian Sosial RI. "Saya membuat proposal dan mengirim ke Kementerian.
Sekitar sebulan kemudian ada jawaban
dari Kementerian Sosial RI," katanya.
Setelah
menerima sinyal baik, Sukardin dan Ismud diperintahkan Sirajudin ke Mataram
untuk mengambil rekomendasi dari Pemerintah Provinsi NTB melalui dinas sosial.
"Setelah
rekomendasi kita kantongi, pak Sirajudin nyusul ke Mataram, bertemu kita dan
nginap satu hotel. Esok hari kita bertiga berangkat ke Jakarta, membawa
proposal dan madu ke Kementerian Sosial RI," bebernya.
Beberapa
bulan kemudian mereka menerima kabar dari Kementerian Sosial RI. Meminta Dinas
Sosial Kabupaten Bima melakukan assesmen mandiri terhadap korban kebakaran.
"Saat
itu orang Kementerian tidak bisa hadir di Kabupaten Bima karena covid, kita
yang disuruh melakukan assesmen mandiri," ujarnya.
Setelah
assesmen mandiri, ada kabar dari
Kementerian Sosial RI yang menyetujui anggaran untuk 248 korban kebakaran. "Ada
tiga kategori penerima bantuan, yaitu untuk korban rusak ringan, rusak sedang
dan rusak berat," jelasnya.
Setelah ada kepastian
soal anggaran, Kepala Bidang Ismud menyampaikan kepadanya agar mengundang
beberapa kepala desa yang warganya banyak korban kebakaran. Dari bahasanya pak
Ismud itu atas perintah kepala dinas.
"Saat
itu saya mengundang Kepala Desa Ngali, Tanggabaru, Nggelu, Samili, Nggembe,
Ntonggu dan Padolo," bebernya.
Terjadilah
pertemuan di ruang Kepala Dinas Sirajudin dengan para Kades. Pertemuan tidak
berlangsung lama. "Pertemuan
dilanjutkan di ruangan pak Ismud. Saya tidak ikut saat pertemuan
tersebut," imbuhnya.
Usai pertemuan
dengan para Kades, Ismud menyampaikan kepadanya hasil kesepakatan. Pembuatan
SPj dilakukan oleh pendamping.
Hasil
kesepakatan saat itu, untuk korban dengan kondisi rusak ringan Rp 500 ribu,
rusak sedang Rp 750 ribu dan rusak berat Rp 1 juta.
‘’Itu
tergantung korban, kalau mereka buat sendiri SPj, tidak dipaksa,"
bebernya.
Saat
pencairan tahap pertama sebesar 60 persen, Sukardin bersama beberapa Kades ke
Bank Mandiri mendampingi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mengambil uang.
"Uang
untuk SPJ diambil kepala desa dari warga, selanjutnya diserahkan ke saya. Total
yang terkumpul Rp 105 juta dari 248 KPM," ungkapnya.
Menurutnya,
tidak semua KPM memberikan uang pembuatan SPj. Ada yang tidak memberi sama
sekali dan ada juga memberi kurang dari yang disepakati.
Dari uang Rp
105 juta itu sebutnya, Rp 32 juta diambil oleh Sirajudin, Rp Rp 20 juta untuk
talangi biaya dapur umum saat banjir di Desa Naru Woha. Rp 5 juta lebih untuk
biaya talangan bantuan korban banjir di Kecamatan Sanggar, Rp 1,5 juta dipinjam
oleh Ismud.
Kemudian 6 orang pendamping masing masing mendapat
Rp 2,5 juta, termasuk Sukardin. "Sisa uang setelah dibagi-bagi itu Rp 20
juta. Itu untuk persiapan pembuatan
SPj," ujarnya.
Dana Rp 20
juta yang dipinjam untuk talangi biaya daaur umum di Desa Naru, Kecamatan Woha
sudah dikembalikan. Uang itu telah diamankan oleh pihak Kejaksaan. Begitu juga dengan
uang yang dipinjam Ismud Rp. 1,5 juta, telah diserahkan ke Kejaksaan.
"Termasuk
uang untuk 6 orang pendamping, sudah
dikembalikan dan diserahkan ke Kejaksaan," akunya.
Sementara, uang
Rp 32 juta yang diambil tersangka Sirajudin, sepengetahuannya sampai sekarang
belum dikembalikan. "Saya tahu persis uang tersebut, karena saya yang
terima dan memegangnya,’’ terang Sukardin.
Sukardin mengaku
heran dirinya ditetapkan sebagai tersangka. Karena mengumpulkan uang SPj.
Padahal uang itu dia terima dari kepala desa. Harusnya mereka juga ditetapkan
tersangka.
‘’Yang ambil
uang dari warga itu kepala desa, bukan saya,’’ protesnya.
Tersangka
Sirajudin yang dikonfirmasi di kediamannya, Kamis (8/9), mengaku, Ismud yang
memiliki inisiatif mengumpulkan uang pembuatan SPj.
"Tahun
2019 ada bantuan untuk Desa Karampi, Renda dan Ngali. Dia (Ismud) mengeluh
menggunakan uang pribadi Rp 5 juta. Dia minta izin agar tahun 2020 menarik
biaya SPj," ucapnya.
Sirajudin
mengatakan, Ismud yang SMS para Kades untuk bertemu di ruangannya. "Hari
Senin sudah ada uang di rekening KPM. Ketemu di ruangan saya, sampai saya
arahkan ke ruangan Ismud," tuturnya.
Sirajudin
mengaku, nominal uang yang terkumpul tidak dilaporkan kepadanya. "Yang
kumpulkan Ismud dan Sukardin. Keduanya menghadap saya di ruangan. Untuk apa
saya bohong, saya sudah pulang haji," ujarnya.
Menurut
Sirajudin, uang senilai Rp 20 juta pernah diminta ke Sukardin dan telah dikembalikan.
"Ada
saksinya, ibu Rukmini dan Buhari. Yang bertanggung jawab secara teknis, Ismud,
selaku Kabid. Saya tidak pernah tahu keluar masuk uang dari kementerian,"
timpalnya.
Pengembalian
uang senilai Rp 20 juta, diakui Sirajudin, sekitar bulan Juni 2021.
"Status uang Rp 20 juta itu pinjaman.Barang yang dipinjam wajib
dikembalikan," pungkasnya. (fir)