Drs. H. Andi Sirajudin AP, MM |
bimanews.id, Bima-Kejaksaan Negeri Bima telah menetapkan tiga orang tersangka terkait dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Kebakaran tahun 2022. Satu diantaranya, mantan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima, Drs H. Andi Sirajudin AP, MM.
Menanggapi
statusnya sebagai tersangka, Sirajudin menilai prematur. Terlalu buru-buru.
Apalagi katanya, posisinya saat itu bukan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
‘’Dana Bansos
untuk korban kebakaran tahun 2021 Rp 5,3 miliar dari Kementerian Sosial RI itu masuk ke rekening masing-masing penerima
manfaat,’’ terangnya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (5/9).
Bansos Rp
5,3 miliar itu sebutnya, diperuntukan bagi 258 orang penerima manfaat. Nominal
diterima bervariasi, tergantung tingkat kerusakan rumah.
"Dari
sisi mana terjadi korupsi? Saya bukan KPA. Anggaran tersebut dari kementerian sosial,’’
tandasnya.
Karena dana
itu masuk ke rekening penerima manfaat, pencairannya langsung masing-masing
penerima manfaat. "Saya hanya menerbitkan rekomendasi pencairan. Dana
Bansos itu dicairkan dalam dua tahap. Pertama 60 persen dan tahap kedua 40
persen," jelasnya.
Setelah pencairan
tahap pertama, penerima manfaat membuat pertanggungjawaban sendiri untuk
pencairan tahap kedua."Tetapi para penerima manfaat ini tidak bisa membuat
SPj sendiri. Maka dimintai bantuan pada pendamping yang juga staf saya," sebutnya.
Kedua
stafnya pernah konsultasi kaitan nominal yang akan diambil pada penerima manfaat
sebagai jasa pembuatan SPj. "Kepada kedua pendamping saya sarankan
mengambil Rp 500 ribu saja. Sehingga terkumpul uang 90 juta lebih,"
tuturnya.
Dari jumlah itu,
dia pernah mengambilnya dengan status pinjaman Rp 20 juta. Rp 5 juta untuk
perbaiki mobil, Rp 5 juta untuk beli ban mobil dan Rp 10 juta untuk biaya SPPD.
"Uang
yang saya pinjam Rp 20 juta itu sudah saya kembalikan setelah anggaran dinas
cair. Saya tidak pernah nikmati satu sen pun uang jasa tersebut," tegasnya.
Setelah
persoalan itu dilirik aparat penegak hukum, Sirajudin mengaku pernah didatangi
oknum jaksa. Oknum tersebut meminta uang Rp 50 juta lebih sebagai kompensasi kasus
itu tidak diteruskan.
Permintaan
oknum jaksa itu kata Sirajuddin, terhadap dua stafnya. Sebelum ada penetapan tersangka.
"Siapa
oknum jaksa itu, nanti saya buka semuanya. Saya bilang ke staf saya, ngapain
dikasih kalau merasa tidak bersalah. Saya didzolimi. Saya dituduh menyuruh
mengumpulkan uang jasa SPj. Tidak ada yang gratis zaman ini. Sisi mana yang
saya korupsi," tanyanya.
Semenjak
ditetapkan sebagai tersangka, Sirajudin mengaku belum pernah diperiksa.
Sebelumnya pernah diperiksa dua kali sebagai saksi kaitan dengan tersangka
lain.
"Saya
tidak pernah mangkir dari panggilan jaksa. Saya diam selama ini bukan berarti
salah atau takut," tandasnya.
Menyikapi
hasil penyelidikan jaksa, dinilai
tendensius. Melalui kuasa hukumnya Sirajudin telah mengadukan hal itu ke
Kejaksaan Tinggi NTB maupun Kejaksaan Agung RI.
"Terus
terang, kuasa hukum saya sudah bersurat ke Kejati NTB maupun Kejagung RI kaitan
persoalan ini," sebutnya.
Kepala
Kejaksaan Negeri Raba Bima melalui Kasi Intel, Andi Sudirman, SH dihubungi soal
penetapan tersangka yang dinilai premature? Hal itu katanya hak tersangka.
"Itu
kan (prematur) penilaian tersangka. Haknya dia (tersangka). Yang jelas kita
tidak sembarang tetapkan seseorang sebagai tersangka. Sudah (status tersangka)
cukup alat bukti," ucapnya dihubungi via sambungan WhatsApp, Senin (5/9).
Menyoal
pengaduan Kejati NTB dan Kejagung RI, Andi Sudirman menanggapi singkat.
"Silakan saja," imbuhnya.
Soal rencana
pemeriksaan terhadap tersangka, Andi Sudirman memastikan dalam Minggu ini.
Kaitan pengakuan
Andi Sirajudin, ada oknum jaksa yang
pernah meminta uang Rp 50 juta untuk menutupi kasus? Sambungan seluler terputus
karena ada gangguan jaringan.
Dihubungi kembali
via pesan WhatsApp, hingga berita ini ditulis belum diperoleh tanggapan. (fir)