Ilustrasi |
bimanews.id,
Bima-Kasus dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansos) yang menyeret Drs. H. Andi
Sirajudin bersama dua staf setempat terus bergulir. Jaksa agendakan pemeriksaan
mantan kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima tersebut pada pekan ini.
Bagaimana
kasus Bansos itu bisa menyeret tiga tersangka? Kasi Intel Kejaksaan Negeri Raba
Bima, Andi Sudirman sebelumnya mengaku, kasus itu merugikan keuangan Negara senilai
Rp 100 juta. Uang tersebut diambil dari korban kebakaran tahun 2020-2021.
Kepala Desa
Padolo, Kecamatan Palibelo Lukman SP mengaku, pernah diundang mantan Kadis
Sosial, H Sirajudin bersama lima orang kepala desa lain. Saat itu pak Sirajudin
menyampaikan, anggaran Bansos sudah ada. Dana bantuan itu turun melalui lobi,
tidak datang sendiri, tetapi butuh perjuangan.
"Saat
itu kami diundang ke ruangan pak Sirajudin," sebut Lukman ditemui di kediamannya, Rabu (7/9).
Sejumlah
Kades yang diundang saat itu diantaranya, Kades Padolo, Ngali, Nggembe, Samili
dan Ntonggu. "Bansos akan segera
cair. Untuk mendapatkannya, butuh biaya untuk lobi maupun beli tiket bolak
balik ke Jakarta," kata Lukman mengutip pernyataan H. Sirajudin.
Secara
langsung kata dia, tersangka Sirajudin tidak menyinggung soal uang. "Tidak
ada dia menyebut harus setor sekian ganti biaya," ucapnya.
Tapi setelah
di ruangan tersangka Sirajuddin, mereka dipanggil ke ruangan kepala bidang yang
saat itu dijabat tersangka Ismud. "Saat di ruangan pak Ismud itu
diperjelas biaya SPj yang harus kita setor," tuturnya.
Pada pertemuan
itu, tersangka Ismud menyampaikan, uang ganti pembuatan SPj senilai Rp 1 juta
untuk korban rusak ringan dan Rp 1,5 juta untuk korban rusak berat.
"Untuk
uang pembuatan SPj itu kita serahkan kepada Pak Ismud Rp 18,5 juta," sebutnya.
Uang tersebut
dikumpulkan dari korban kebakaran yang kondisi rumahnya rusak berat. Sedangkan
korban rusak ringan tidak dikumpulkan biaya SPj. "Setiap korban ada yang
serahkan Rp 1 juta ada juga yang lebih,’’ terangnya.
Pengumpulan
uang dari korban kebakaran diakui, oleh dua stafnya. Kebetulan mereka juga korban
kebakaran.
Di Desa
Padolo akunya, ada dua kali penarikan uang. Penarikan pertama untuk kebersamaan
dengan korban kebakaran lain yang tidak terkaver sebagai penerima Bansos.
"Uang
terkumpul untuk kebersamaan itu Rp 55 juta. Senilai Rp 51 juta kita bagikan
kepada para korban lain. Sisanya Rp 4 juta diambil jaksa. Katanya akan dikembalikan ke kas negara," terangnya.
Terkait
kasus tersebut, Lukman mengaku, sudah beberapa kali dipanggil dan diperiksa
oleh jaksa. "Sekitar empat hari lalu saya ditelepon oleh staf jaksa Pak
Ilham menyampaikan jadwal sidang dua pekan lagi," tuturnya.
Pencairan
Bansos kebakaran di Desa Padolo terjadi akhir tahun 2020 lalu. Korban kebakaran
penerima Bansos di desa Padolo untuk kategori rusak ringan sebanyak 14 orang
dengan nilai bantuan Rp 8 juta.
Sementara
korban dengan kondisi rumah rusak berat sebanyak 51 orang dengan nilai bantuan
yang diterima Rp 28 juta. Dicairkan dalam dua tahap. "Uang bantuan itu
masuk ke rekening masing masing penerima," jelasnya.
Kades
Samili, Bambang A. Bakar juga mengaku, beberapa hari lalu menerima telepon dari
seseorang yang mengaku dari Kejaksaan Negeri Raba Bima. Memberitahukan tentang jadwal
sidang kasus Bansos kebakaran.
"Saya
dikasi tahu sidang kasus Bansos kebakaran ini sekitar dua pekan lagi
depan," katanya dihubungi via sambungan seluler, Rabu (7/9).
Diakui,
beberapa orang Jaksa dan pegawai Kejaksaan pernah turun di Desa Samili. Mereka mendatangi para korban
korban kebakaran.
"Mereka
(Jaksa) tanyakan langsung soal dugaan
penarikan uang. Setahu saya tidak ada penarikan uang," imbuhnya.
Di Desa
Samili, pada tahun 2020 lalu ada 8 orang warga yang menerima Bansos Kebakaran. "Warga
saya menerima uang Rp 28 juta bantuan dari pemerintah. Uang tersebut masuk ke
rekening masing-masing,’’ sebutnya.
Apakah
pernah ada pengumpulan uang sebelum pencairan bantuan Bansos? Hal itu
diakuinya. Namun dia tidak ingat apa yang dibicarakan saat itu.
"Setahu
saya, nggak ada penarikan uang SPj maupun pemotongan. Korban langsung terima di
rekening masing masing," pungkasnya.
Tersangka H.
Sirajudin yang dihubungi, membenarkan ada pertemuan di ruang kerjanya bersama sejulah
Kades. Itu sebelum pencairan Bansos.
"Benar
ada pertemuan di ruangan saya saat itu. Yang mengumpulkan para Kades adalah Ismud.
Saat itu saya hanya menyampaikan arahan soal bantaun yang tidak datang sendiri,"
akunya.
Sebelum
pertemuan itu Ismud katanya, menyampaikan
kepadanya kaitan rencana penarikan biaya SPj.
"Setelah saya sampaikan arahan, saya keluar untuk menghadiri
undangan," ujarnya.
Sementara
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Bima, Andi Sudirman dihubungi melalui pesan WhatsApp
belum memberikan tanggapan atas soal tersebut. (fir)