Andi Sudirman |
bimanews.id, Bima-Pernyataan
Drs. H. Andi Sirajudin menyebut penetapan dirinya sebagai tersangka premature. Juga mengaku, ada oknum jaksa meminta uang Rp 50 juta sebagai kompensasi kasus tidak
dilanjutkan, ditanggapi Kasi Intel Kejaksaan Negeri Bima, Andi Sudirman.
Pihak kejaksaan
kata dia, tidak mau ambil pusing dengan "nyanyian" tersangka korupsi
Bantuan Sosial (Bansos), Drs. H. Andi Sirajuddin. Sebaliknya, pernyataan itu justru
jadi motivasi untuk tetap melanjutkan penanganan perkara yang diduga merugikan
negara Rp 100 juta itu.
"Kami
tidak pusing, apalagi memikirkan statemen tersangka," ucap Kasi Intel
Kejaksaan Negeri Raba Bima, Andi Sudirman, SH ditemui di kantornya, Selasa
(6/9).
Andi
Sudirman mengaku, tidak ingin ada persidangan lain di luar pengadilan dan tidak
ingin menanggapi pernyataan tersebut.
"Biasalah
kalau sudah jadi tersangka. Justru statemen seperti itu memotivasi kami untuk
lebih memperkuat syarat formil dan materil sebagai bahan persidangan
nanti," katanya.
Meski
"nyanyian" tersangka terkesan mengintervensi penanganan perkara, Andi
Sudirman memastikan Kejaksaan tidak akan gentar.
"Proses
penanganan perkara ini tetap jalan terus. Masuk angin pun kita tidak,"
tegasnya.
Statemen
tersangka jutaru ditanggapi dengan bijak, karena hal biasa. "Kita normatif
saja," pungkasnya.
Untuk
diketahui H. Sirajudin sebelumnya mengaku,
bukan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Kemudian anggaran Bansos kebakaran
tahun 2021 Rp 5,3 miliar dari Kementerian Sosial RI itu masuk langsung ke
rekening penerima manfaat.
Bansos Rp
5,3 miliar itu sebutnya, diperuntukan bagi 258 orang penerima manfaat. Nominal
diterima bervariasi, tergantung tingkat kerusakan rumah.
"Dari
sisi mana terjadi korupsi. Saya bukan KPA. Anggaran tersebut dari kementerian sosial,’’
tandasnya.
Karena dana
itu masuk ke rekening penerima manfaat, pencairannya langsung masing-masing
penerima manfaat. "Saya hanya menerbitkan rekomendasi pencairan. Dana
Bansos itu dicairkan dalam dua tahap. Pertama 60 persen dan tahap kedua 40
persen," jelasnya.
Setelah
pencairan tahap pertama, penerima manfaat membuat pertanggungjawaban sendiri
untuk pencairan tahap kedua."Tetapi para penerima manfaat ini tidak bisa
membuat SPj sendiri. Maka dimintai bantuan pada pendamping yang juga staf
saya," sebutnya.
Kedua
stafnya pernah konsultasi kaitan nominal yang akan diambil pada penerima manfaat
sebagai jasa pembuatan SPj. "Kepada kedua pendamping saya sarankan
mengambil Rp 500 ribu saja. Sehingga terkumpul uang 90 juta lebih,"
tuturnya. (fir)