Ilustrasi |
bimanews.id, Kota Bima-Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) telah melakukan survei Penilaian Integritas (SPI) di Kota Bima. Hasilnya, di Kota Bima rentan terjadi Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Dikutip dari
laman resmi KPK, https://www.JAGA.id. Survei tahun
2021, Pemkot Bima mendapat nilai 69,29
persen dengan posisi rentan.
Angka
penilaian itu dari hasil survei secara acak.
Baikdi internal Pemkot Bima
maupun eksternal dengan melibatkan ratusan responden.
Untuk data internal,
risiko suap atau gratifikasi sebanyak 35,42 persen dari total responden. Dalam
lama jaga.id juga menjelaskan, persentase ini dari responden pegawai setempat.
Mereka pernah melihat atau mendengar pegawai lain menerima pemberian dalam
bentuk uang, barang atau fasilitas, saat
melaksanakan tugas atau memberikan layanan.
Untuk
tingkat risiko pengelolaan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), dinilai rentan
dengan skor 38,33 persen.
Persentase
responden pegawai yang menilai ada permasalahan dalam pengelolaan PBJ pada
instansi. Misalnya, kualitas barang dan jasa lebih rendah dari harga. Adanya
gratifikasi dari vendor dan penentuan pemenang sebelum proses lelang berjalan.
Kaitan
dengan risiko Trading In Influence (perdagangan pengaruh) penilaian reponden
sebanyak 34,02 persen.
Persentase
ini dari responden pegawai yang menilai ada intervensi pihak lain dalam
berbagai pengambilan keputusan pada instansi.
KPK memberi
contoh, seperti penentuan pemenang PBJ, manajemen SDM dan penerima program
bantuan.
Risiko
penyalahgunaan fasilitas kantor sebesar 58,33 persen. Persentase responden
pegawai yang menilai pegawai pada instansinya menggunakan fasilitas kantor
untuk kepentingan pribadi.
Risiko
nepotisme dalam pengelolaan SDM sebanyak 39,57 persen. Persentase responden
pegawai yang menilai masih ada unsur nepotisme, kedekatan dengan pejabat,
hubungan kekeluargaan, kesamaan suku, agama, ras, dan almamater, dalam
pengelolaan SDM di instansi.
Risiko jual
beli jabatan sebanyak 22,9 persen. Persentase responden pegawai yang menilai
pemberian sesuatu dalam bentuk uang atau barang atau fasilitas berpengaruh
dalam promosi atau mutasi pegawai.
Risiko
penyalahgunaan perjalanan dinas sebanyak 45,83 persen. Persentase responden
pegawai yang pernah mendengar atau melihat adanya pegawai lain yang membuat kwitansi,
biaya transportasi, dan biaya lain dalam perjalanan.
Sementara
hasil survei tingkat eksternal pemerintah, berupa risiko suap dan gratifikasi
sebanyak 11,6 persen.
Risiko
Pungutan Liar (Pungli) sebanyak 14 persen dan kualitas pengelolaan PBJ sebanyak
10 persen.
Kepala Dinas
Kominfotik Kota Bima, H. Mahfud mengatakan, hasil SPI KPK itu menjadi pelajaran
bagi semua.
"Yang
kita tahu, survei selama ini tidak secara terbuka seperti sekarang,"
ujarnya dihubungi, Jumat (12/8)
Sejak awal
pimpinan daerah terutama wali kota telah berkomitmen untuk menjalankan roda
pemerintah dengan sebaik-baiknya.
"Setiap
rapat koordinasi selalu menekankan pentingnya mengikuti aturan yang berlaku dan
menyimpan data pengadaan barang dan jasa dengan baik," tuturnya.
Survei ini
lanjut dia, akan menjadi cermin bagi OPD dan Pemkot Bima secara keseluruhan
untuk dijadikan atensi khusus bagi Wali Kota Bima.
Menyoal
valid atau direkayasa hasil survei KPK, H. Mahfud mengatakan, telah
berkoordinasi dengan Inspektorat.
"Hasil
survei ini akan menjadi alat bagi Wali Kota Bima mengevaluasi setiap kegiatan pemerintah
secara umum dan kegiatan pada masing masing OPD secara khusus,"
pungkasnya. (fir)