Ilustrasi |
BimaNews.id, Bima-Surat Edaran (SE) nomor 709 tahun 2022 tentang
larangan joki cilik baru sehari diterbitkan Pemerintah Kabupaten Bima. Kini
muncul regulasi baru dkeluarkan Bupati Bima yang mengatur tentang joki cilik.
Regulasi ini mengklaim SE Nomor 709 Tahun 2022 bersifat
sementara. Dalam aturan baru, membolehkan
anak di bawah umur menjadi joki, dengan berbagai syarat dan ketentuan.
Munculnya regulasi baru ini diduga ada tekanan dari elit politik, birokrasi maupun pengusaha
dengan keluarnya SE Nomor 709 Tahun 2022. Bahkan sempat muncul debat terbuka
dalam grup WhatsApp antara yang sepakat dan kontra tentang pemanfaatan anak di
bawah umur sebagai joki cilik.
Pro kontra itu mencuat, menyusul musibah meninggalkan seorang joki
anak asal Dusun Godo, Desa Dadibou, Kecamatan Woha dalam event pacuan kuda beberapa
waktu lalu.
Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Daerah Setda Bima,
Suryadin, SS, MSi, Senin (18/7) merilis SE
Nomor 709 Tahun 2022 sebagai kebijakan bersifat sementara.
"Saat ini Pemerintah Kabupaten Bima melalui DP3AP2KB, Bappeda, Lembaga Perlindungan Anak
(LPA), PORDASI dan instansi terkait sedang merumuskan regulasi," sebutnya dalam
siaran pers.
Dalam siaran pers tersebut tidak disebutkan langsung membatalkan SE Nomor
709 Tahun 2022. Namun menyebutkan tentang pedoman yang mengatur tentang
perizinan, standarisasi, prosedur penyelenggaraan pacuan kuda tradisional.
"Regulasi ini pada satu sisi, menjamin perlindungan hak
anak dari eksploitasi. Sisi lain mengakomodasi aspek sosial dan budaya dalam penyelenggaraan
pacuan kuda di Kabupaten Bima," terangnya.
Cakupan regulasi itu, mengatur kewajiban para pihak
(stakeholder). Baik penyelenggara pacuan kuda, DP3AP2KB, Dikbudpora, dinas kesehatan,
PORDASI, LPA dan instansi terkait lain untuk berkomitmen dan bertanggung jawab terhadap
seluruh tahapan penyelenggaraan pacuan kuda.
"Seperti, pihak penyelenggara menyediakan data base joki
dan melaporkan kepada Bupati Bima Cq. Dinas Dikbudpora Kabupaten Bima,"
ungkapnya.
Selain itu, mewajibkan panitia menyediakan Alat Pelindung Diri
(APD) lengkap sesuai standar, untuk joki dan supervisi penyelenggaraan latihan
joki di luar jam sekolah.
"Regulasi ini juga memastikan terpenuhinya hak anak untuk
mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan menyediakan sarana sekolah di tepi
arena saat event berlangsung," terangnya.
Termasuk penyediaan Posko kesehatan dan tenaga medis untuk mengantisipasi
jatuhnya korban. Untuk jangka panjang, aturan tersebut mengamanatkan pentingnya
menyelenggarakan Sekolah Joki (Sertifikat Joki dan Kuda).
"Itu sebagai syarat lomba. Peralihan usia joki secara
bertahap, peralihan kelas kuda yang dilombakan," paparnya.
Pemerintah kata Suryadin, memberikan BPJS Kesehatan pada joki
anak. Ada regulasi dan aturan yang jelas
terkait pengelompokan usia dan spesifikasi dari umur 8 sampai dengan 10 tahun.
"OPD terkait juga
memberikan pendampingan ekonomi kreatif bagi keluarga joki melalui program Si
Kupu-Kupu dan program pendukung lain," ujarnya.
Dia memastikan, aspirasi dan pandangan dari para pemerhati
hak-hak anak dan pecinta olah raga berkuda tradisional menjadi masukan penting
untuk memperkaya materi rancangan produk hukum.
Apakah Pemda mendapat tekanan besar pasca mengeluarkan SE
larangan penggunaan joki cilik?
Suryadin mengaku, Kabupaten Layak Anak harus dipertahankan. Akan
tetapi, budaya yang hidup berpuluh-puluh tahun juga harus dilestarikan.
"Tidak ada tekanan siapapun.Bagi Pemkab Bima, tidak mudah
untuk menggerus budaya itu,"
tuturnya. (fir)