Ilustrasi |
BimaNews.id,
Bima-Atas nama rakyat miskin selalu menjadi label penting dalam setiap
kebijakan berkaitan barang subsidi. Begitu pula kaitan gas elpiji kemasan
subsidi.
Pada tabung
gas elpiji kemasan 3 Kilogram (Kg) tertulis untuk rakyat miskin. Kenyataannya,
pemakai juga pada kalangan ekonomi menengah ke atas.
Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007, tabung elpiji 3 Kg hanya diperuntukan
bagi rakyat miskin dan pelaku Usaha Kreatif dan Menengah (UKM).
Kepala
Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bima,
Juraidin, ST., MSi, mengaku, elpiji subsidi juga dinikmati kalangan ekonomi
menengah ke atas.
"Hal
ini dipicu adanya kenaikan harga elpiji non subsidi kemasan 5,5 kg dan 12
kg," katanya ditemui, Senin (25/7).
Kenaikan gas
non subsidi, sudah berlangsung sebanyak 7 kali selama 7 bulan terakhir. Hal
itu, katanya yang ikut memicu meningkatkan pemakaian gas elpiji kemasan 3 Kg.
"Kita
sudah ajukan penambahan koata ke Pertamina. Disetujui 1.120 tabung,"
ungkapnya.
Faktor lain sebutnya, warga sudah mulai nyaman menggunakan
gas elpiji. Tidak seperti sebelumnya, masih ada yang takut.
"Karena
minyak tanah susah tidak ada, warga yang sebelumnya takut sudah menggunakan gas
elpiji,’’ sebutnya.
Kelangkaan
elpiji juga, sambung dia, juga disebabkan adanya pengalihan fungsi penggunaan. Ada
sebagian petani dan nelayan kita menggunakan gas elpiji sebagai pengganti bahan
bakar minyak. Mereka tidak lagi menggunakan bensin maupun solar.
Saat ini gas
elpiji subsidi disalurkan terbuka, sehingga membuka ruang siapa saja bisa membeli dan memanfaatkannya.
"Kita
tidak mengontrol siapa saja yang datang membeli elpiji kemasan 3 kilo, kendati
sebenarnya untuk rakyat miskin," ujarnya.
Sebagai
solusi, pemerintah tengah membahas regulasi penyaluran dengan sistem tertutup.
"Maksud
sistem tertutup ini, nanti pemakai elpiji kemasan subsidi hanya rakyat yang
terdata dalam Data Terpadu Dinas Sosial (DTDS) saja," jelasnya.
Potret lain,
tumbuh suburnya pangkalan liar, sehingga ikut mempengaruhi melanjoknya harga,
hingga melampaui HET.
Sebenarnya
ancaman pidana menanti para pangkalan nakal yang menjual barang subsidi
melampaui HET. Termauk menjual pada pihak yang bukan peruntukan.
"Seharusnya
pangkalan jangan menjual pada pengecer. Sering kita menerima informasi harga
jual 18 sampai 25 ribu per tabung. Saat kita Monev tidak ada yang mau mengaku,"
ucapnya.
Meski sudah
menerima informasi harga jual melampaui HET, diakui belum pernah diberikan
teguran peringatan dalam bentuk tulisan bagi pangkalan nakal.
"Untuk
pangkalan yang menjual di atas HET, bisa disikapi dengan pemberian maksimal
hingga Surat Peringatan (SP) sampai tiga kali. Sejauh ini belum pernah
dikeluarkan SP," ujarnya.
Di Kabupaten
Bima, ada dua agen penyalur. Yakni PT Bima Indah Gemilang dan PT Putra Bima
Raksasa.
"Dua
agen itu menyalurkan masing masing paling minim 560 tabung dalam sehari,"
jelasnya.
Untuk
mengurai kelangkaan ini, dia berharap masyarakat yang mampu tidak mengkonsumsi
elpiji subsidi.
"Pertamina
menambah koata secepat mungkin," pungkasnya. (fir)