Masjid Agung Bima |
BimaNews.id,
BIMA- Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB
ditemukan potensi kerugian daerah Rp 8,4 miliar dalam proyek pembangunan Masjid
Agung Bima.
Berdasarkan
rincian LHP BPK NTB terhadap realisasi APBD Kabupaten Bima tahun anggaran 2021.
Ada tiga item yang ditemukan berpotensi terjadi kerugian daerah.
Yakni,
temuan berupa denda keterlambatan belum Dibayar
Rp 832.075.708 juta. Kekurangan volume pekerjaan
konstruksi Rp 497.481.748 juta dan kelebihan pembayaran PPN Rp 7.092.727.273 Miliar.
Pembangunan
Masjid Agung dialokasikan melalui APBD Kabupaten Bima tahun anggaran 2020 dan
2021 sebesar Rp 78 Miliar. Dikerjakan PT Beahmakerta Adiwira dengan sistem
multiyears.
Waktu
pelaksanaan pekerjaan harusnya selesai pada 17 Desember 2021. Namun hingga masa
kontrak berakhir proyek dinas perumahan dan kawasan permukiman itu belum
selesai.
Masih dalam
LHP BPK NTB, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memberikan kesempatan pertama
kepada rekanan untuk menyelesaikan pekerjaan selama 50 hari kalender atau hingga
5 Februari 2022.
Kesempatan
pertama belum juga sanggup diselesaikan. Diberikan lagi kesempatan kedua selama
30 hari kalender atau sampai 8 Maret 2022.
Hingga per
17 Desember, nilai progres pekerjaan yang belum selesai Rp 10.400.946.361
Miliar. Sementara serah terima pertama pekerjaan pada 7 Maret atau 80 hari
kalender sejak berakhir masa pelaksanaan kontrak.
Sehingga
besar denda keterlambatan yang harus dikenakan sampai dengan 7 Maret sebesar Rp 832.075.708 juta.
Masalah lain,
berdasakan pemeriksaan fisik BPK bersama PPK, inspektorat, kontraktor pelaksana
dan konsultan pengawas. Pekerjaan diketahui terdapat kekurangan volume
pekerjaan.
Seperti pada
pekerjaan beton bertulang kekurangan volume senilai Rp 497.481.748 juta.
Selain itu,
terdapat kerancuan dalam pemungutan dan penyetoran terhadap nilai PPN oleh
bendahara dari total kontrak yang nominalnya mencapai Rp7.092.727.273 Miliar.
Menurut BPK
NTB, pembayaran pajak itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2003, tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 146 Tahun 2000, tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak
Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari
pengenaan PPN.
Kabag Prokopim
Setda Kabupaten Bima Suryadin, M.Si membenarkan ada temuan pada proyek
pembangunan Masjid Agung Bima sebagaimana tertuang dalam LHP BKP NTB.
Dijelaskan,
kaitan Denda keterlambatan senilai Rp 832.075.708,95 juta itu merupakan akumulasi keterlambatan
pekerjaan proyek selama 80 hari kalender dikalikan nilai kontrak.
Meski
demikian lanjuta dia, masih ada perbedaan pemahaman mengenai denda
keterlambatan tersebut.
"Sudah
dibahas bersama dengan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) untuk mencari
titik tem untuk bagi penyelesaian masalah tersebut," katanya.
Soal
kekurangan volume pekerjaan konstruksi, sebut dia, penyedia jasa konstruksi
sudah mengakui kekurangan volume tersebut. Penyelesaiannya mengacu kepada item
yang ada dalam diktum kontrak.
Kaitan
kelebihan pembayaran PPN, menurut dia, sesuai regulasi yang ada. Pembangunan
rumah ibadah tidak dikenaikan pajak.
Sementara
dalam pandangan pihak perpajakan harus tetap dikenai pajak karena Masjid Agung
bukan hanya menjadi tempat ibadah, di dalamnya ada ruang untuk kegiatan sosial
keagamaan dan perkantoran.
"Kita
berharap uang tersebut dapat dikembalikan. Sekarang proses pengembalian sedang
diupayakan di Dirjen Perimbangan Keuangaan," timpalnya.
Menyoal
perbedaan pandangan antara BPK dengan pihak perpajakan sehingga menguras
anggaran daerah, dia belum bisa memberikan penjelasan detail.
"Kaitan
masalah teknis, silakan langsung ke PPK," tampiknya. (fir)