Masjid Agung Bima |
Kepala Dinas
Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Kabupaten Bima, H.M Taufik mengaku, kontraktor
keberatan untuk membayar denda keterlambatan Rp 832 juta.
‘’Untuk
kekurangan volume Rp 497.481.748 juta telah dibayar lunas,’’ aku Taufik kepada
media ini, Sabtu (18/6).
Terkait uang
selisih paham terhadap aturan PPn Rp 7.092.727.273 miliar diakui, belum jelas
penyelesaiannya. Saat ini masih resturiksasi pajak dengan pihak terkait.
Kenapa ada perbedaan
hitungan BPK NTB, rekanan maupun PPK? Menurut Taufik, kontrak berakhir 17
Desember 2021, sedangkan progres fisik saat itu baru 99,1 persen.
Ada deviasi
keterlambatan pekerjaan 0,8 persen. Ansumsi BPK menghitung denda tidak berdasar
sisa pekerjaan yang terlambat, tetapi semua item pekerjaan yang belum mencapai
100 persen.
Karena saat
BPK NTB melakukan audit, progres pembangunan Masjid Agung belum 100 persen.
"Pekerjaan
pasangan dan plesteran satu bidang dinding lantai dasar saat itu belum selesai
0,1 persen. BPK menganggap pekerjaan pasangan bata keseluruhan belum
selesai," gambarnya.
Dicontohkan,
pekerjaan listrik pada 17 Desember 2021,
sudah terpasang dan dapat dimanfaatkan. Namun, ada sebagian lampu yang belum
terpasang karena faktor keamanan dan barangnya ada di gudang.
"Hal-hal
itulah yang dinilai BPK, sehingga dianggap total pekerjaan yang belum selesai Rp
10 miliar dikali keterlambatan 80 hari," terangnya.
Sebagai
solusi menurut dia, karena rekanan mengajukan keberatan dengan temuan BPK NTB. Surat keberatan itu telah diteruskan kepada
Inspektorat Kabupaten Bima untuk memfasilitasi pertemuan dengan BPK NTB.
"Nanti akan
ada tahapan pemantauan dan evaluasi terhadap hasil temuan. Saat itulah kita sampaikan
ke BPK," sebutnya. (fir)