Petani di Desa Wadukopa, Kecamatan Soromadi saat menjemur jagung beberapa waktu lalu. |
Sekdes
Wadukopa Harwidiasyah mengatakan, warganya memilih tidak menjual jagung sebelum
harga sesuai. "Petani rata-rata menyimpan jagung mereka, menunggu harga
naik," jelasnya Senin (9/5).
Berbeda
dengan panen tahun 2021, harga jagung naik. Petani berlomba-lomba memetik jagung
karena harga menguntungkan.
Senada juga
disampaikan Anggota Supplier Jagung Wilayah Donggo-Soromandi Sukardin. Sebelum
lebaran ia membeli jagung Rp 4.500 per
kilogram. Sekarang sudah turun Rp 4 ribu per kilogram.
Ia tidak
mengetahui pasti kenapa harga jagung anjlok. Padahal tahun 2021 harga jagung cuukup stabil.
"Coba
tanyakan ke bagian gudang, mungkin mereka yang lebih tahu soal harga,"
saran bapak satu anak ini.
Akibat harga
turun, ia ikut merasakan dampak. Tidak banyak mendapat keuntungan. Aktivitas
jual beli ditingkat petani belakangan ini tidak seramai sebelum lebaran.
Jika
sebelumnya dalam sehari ia bisa membeli dalam jumlah banyak hingga hingga delapan truk. Kini paling
banyak satu truk, bahkan sama sekali tidak ada.
"Petani
yang pilih jual saat ini karena terdesak
kebutuhan," bebernya.
Kabag
Prokopim Setda Kabupaten Bima Suryadin MSi mengatakan, naik turun harga jagung
saat panen raya sudah biasa. Karena pada prinsipnya, harga komoditas itu
tergantung dari kebutuhan pasar.
"Kalau
tinggi permintaan pasar, pasti harga jagung naik. Begitu sebaliknya,"
terang Suryadin.
Agar harga
tidak terus merosot pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan
Perkebunan (Dispertanbun) dan perusahaan pembeli jagung.
Meminta
skema jual beli jagugng di lapangan.
Apakah sesuai regulasi yang ditentukan atau tidak.
"Biar
perusahaan dan petani sama-sama untung. Tidak ada yang dirugikan,"
pungkasnya.
Sementara
Rejo, Bos PT SUL Bolo-Madapangga sebagai pembeli jagung belum berhasil
dikonfirmasi.
Dihubungi
via handphone seluler dan WhatsApp beberapa kali tidak direspon. Padahal sedang
dalam kondisi aktif. (jul)