Ilustrasi |
BimaNews.id, BIMA-Kematian
Muhammad Alfian, joki cilik asal Desa Dadibou, Kecamatan Woha mendapat perhatian
banyak pihak. Mengetahui ada joki cilik meninggal akibat terjatuh saat latihan
di arena pacuan kuda Desa Panda, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten dan
Kota Bima menyambangi rumah korban, Jumat sore (11/3).
Ketua LPA Kabupaten
Bima Syafrin mengaku, kematian korban cukup tragis. Informasi yang berkembang di
masyarakat menyebutkan, sesaat setelah terjatuh dari kuda, korban pingsan.
Kemudian mulutnya berbusa.
Sehingga
kematian bocah 6 tahun yang akrab disapa peci mendapat perhatian dari LPA.
Apalagi diketahui, setelah jatuh dari kuda, korban tidak dibawa ke rumah sakit.
Melainkan dibawa pulang ke rumah, dirawat seadanya dipasangi infus.
Selama dua
hari dirawat, korban tidak mau makan dan minum. Hingga masuk hari ke tiga Rabu
(6/3) dinyatakan meninggal dunia.
"Saat
meninggal, pipi bagian kanan almarhum ada luka lebam. Diduga bekas benturan
saat terjatuh," terangnya.
Ia
menyayangkan sikap orang tua almarhum tidak responsif terhadap keselamatan
anaknya. Bukanya usai jatuh korban dilarikan ke rumah sakit, malah dibawa
pulang ke rumah. Mengandalkan pengobatan secara tradisional.
Padahal kata
dia, saat itu banyak warga yang menyarankan agar korban dibawa rumah sakit.
Tiga tahun
terakhir kata Syafrin, pacuan kuda Bima sudah menelan dua korban jiwa. Tahun 2019
lalu, korbannya Salsabila 9 tahun, asal
Desa Roka, Kecamatan Palibelo.
"Ditambah
kasus ini, sudah dua orang joki cilik yang meninggal dunia," bebernya.
Kondisi
seperti inilah yang membuat LPA tegas melarang anak menjadi joki cilik. Kendati
hal itu merupakan bagian dari budaya.
‘’Jujur kita
sangat prihatin. Apalagi ini mempekerjakan anak di bawah umur, jelas melanggar aturan,’’ tandasnya.
Ke depan,
dia berharap keterlibatan anak-anak sebagai joki pacuan kuda ditiadakan oleh
Pemerintah Daerahuan (Pemda).
"Kasihan
sama anak-anak kita. Pekerjaan menjadi joki ini resikonya besar," tandas
Syafrin.
Sementara
Nurlaela, Ibu dari almarhum mengatakan, anak bungsungnya belum setahun
mengikuti latihan sebagai joki kuda pacuan. Latihan yang menyebabkan korban
terjatuh itu sebagai persiapan mengikuti event.
"Korban
belum pernah ikut lomba. Untuk latihan saja baru dua kali dengan saat jatuh," jelasnya Jum'at (11/3).
Sebagai
seorang ibu, Nurlaela tidak ingin anak-anaknya jadi joki kuda pacuan. Karena dia
menyadari resikonya besar, antara hidup dan mati.
Sehingga
kata dia, selama anak-anaknya latihan, tidak pernah ikut menonton seperti orang
tua joki cilik lain.
"Masalahnya
suami saya ini hobi pacuan kuda. Sebagai perempuan saya tidak bisa berbuat
banyak untuk melarangnya," kata Nurlela.
Bahkan tiga anaknya
sebelum almarhum, merupakan mantan joki. Mereka pernah beberapa kali meraih
juara saat ikut lomba, hingga mendapatkan hadiah puluhan juta rupiah.
"Kalau
latihan, joki hanya dibayar Rp 150
hingga Rp 200 juta,’’ terangnya.
Nurlaela
menyayangkan, pemilik kuda dan pemerintah daerah. Tidak memberikan jaminan pada
para joki ketika ada musibah yang menimpa mereka.
"Paling
tidak diberikan jaminan atau apalah untuk biaya berobat," harapnya.
Namun hingga
hari ketiga anaknya meninggal dunia,
tidak satu pun perwakilan dari Pemda yang datang. Meskipun mereka hadir sekadar
menyampaikan belasungkawa.
"Tidak
ada yang datang. Padahal, anak saya ikut melestarikan budaya lokal Bima,"
sesalnya.
Untuk
diketahui siswa kelas 1 SD ini terjatuh dari kuda pacuan saat latihan di
lapangan pacuan Desa Panda, Kecamatan Belo, Minggu (5/3) lalu. Dua hari setelah
kejadian itu, tepatnya Rabu malam (9/3) korban meninggal dunia. (jul)