Hendra, MSi |
Hidup adalah
sesuatu yang misteri. Tidak ada yang bisa menerawang bagaimana nasib seseorang ke
depan.
--------------------------
Sama dengan yang
dialami Rektor Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Bima Hendra MSi. Setelah
lulus SMA tahun 2003, ia justeru bercita-cita menjadi Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) ke Jepang.
"Yang
memotivasi saya ingin jadi TKI Jepang kala itu adalah paman. Karena saya lihat
kehidupannya serba berkecukupan dari hasil menjadi TKI," tutur Hendra beberapa
waktu lalu.
Tekadnya
untuk menjadi TKI sudah bulat, bahkan ia mengikuti latihan di Kantor Latihan
Kerja (KLK), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten
Bima. Selama tujuh bulan.
Sembari
menunggu jadwal keberangkatan ke Jepang, Hendra dipercaya untuk menjaga tempat
foto copy, milik pamannya depan kampus IAIM Bima. Disela-sela membantu paman,
ia diminta almarhum ibunya untuk mendaftar kuliah di kampus Staim Bima.
"Saya
hanya iseng daftar kuliah saat itu, ambil Program Studi (Prodi) D2 PGSD,"
terang suami dari Nurhalida Anggriani ini
Seiring
bergulirnya waktu, ia mulai menyukai dunia kampus. Karena banyak teman,
terlebih ia ikut aktif di organisasi internal maupun eksternal kampus. Hingga
akhirnya lupa menjadi TKI ke Jepang.
Alhasil,
semua proses kuliah bisa dilalui sesuai waktu yang ditentukan. Hingga diwisuda tahun
2005. Setelah tamat, mengikuti seleksi CPNS ke Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.
Sayangnya, Hendra
gagal mendaftar lantaran terkendala administrasi. Karena salah satu syarat kala
itu, harus berKTP daerah setempat. Tidak ingin melewatkan kesempatan, ia pun
kemudian mengurus KTP menjadi warga NTT.
"Setelah
punya KTP, ternyata ada masalah dengan ijazah. Menurut panitia, ijazah harus
ditandatangi ketua kampus yang lama. Sementara ijazah saya saat itu
ditandangani ketua yang baru," terang putra dari pasangan mendiang
Syamsudin H. Jafar dan Uneng.
Berbagai
upaya dilakukan agar bisa lolos syarat administrasi, namun gagal. Padahal saat
itu permintaan CPNS sebanyak 93 orang, sementara jumlah pendaftar hanya 13 orang.
Karena
kendala administrasi, ia akhirnya kembali ke Bima. Satu Minggu sebelum
penutupan pendaftaran.
Pulang dari
NTT, Hendra melamar kerja di kampus IAIM. Ia diterima menjadi staf bagian
keuangan, mulai 2006 hingga 2008. Sambil bekerja, ia melanjutkan studi SI di
Prodi PGSD di IAIM Bima.
Anak kelima
dari delapan bersaudara ini berhenti bekerja setelah kena musibah kecelakaan
yang menyebabkan kakinya patah sekitar
akhir tahun 2008.
Setelah
dirawat secara intensif, luka akibat ditabrak tepat depan kampus IAIM Bima
tersebut sembuh secara perlahan. Hingga bisa kembali beraktivitas seperti biasa
dan mulai fokus menyelesaikan studi.
Setelah
menyelesaikan SI di IAIM Bima tahun 2009, diajak seorang teman untuk lanjut studi S2 Psikologi di Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS). Selama kuliah tinggal di Pondok Pesantren
Mahasiswa dari berbagai negara seperti Thailand, Jordania, Malaysia, Vietnam
dan lain-lain.
Selain aktif
di bidang akademik, ayah tiga anak ini juga terlibat di sejumlah lembaga
kemahasiswaan. Termasuk menjadi pembimbing dan pengajar Alquran, isi pengajian,
khutbah dan lain-lain.
Setiap mengisi
kegiatan dapat honor. Dari pendapatan tersebut disisihkan untuk biaya kuliah. Meski
begitu, ada kalanya alami kesulitan biaya hidup. Terutama, ketika sepi jadwal
undangan. Sehingga harus mencari siput dan kangkung di sawah, sekadar
mengganjal perut yang kosong.
"Pernah
sekali waktu ditertawakan mahasiswa Thailand, ketika melihat saya makan sayur
kangkung. Karena bagi mereka, kangkung hanya untuk makanan kelinci,"
kenangnya.
Hal itu dia
dianggap sebagai lelucon, apalagi mereka warga asing. Sudah pasti selera
makanan berbeda.
Seiring berjalannya
waktu, perkuliahan selesai, hingga dinobatkan sebagai wisudawan tercepat, hanya
1,7 tahun. Dengan predikat terbaik.
"Saya wisuda tahun 2012. Alhamdulillah
prestasi itu berkat doa orang tua dan kerja keras selama kuliah,"
terangnya.
Setelah
resmi menyandang gelar magister psikologi, Hendra kemudian kembali ke Bima, mengabdi sebagai dosen di IAIM Bima. Dua bulan
menjadi dosen, ia mengakhiri masa lajang dengan mempersunting Nurhalida
Anggriani.
"Alhamdulillah,
sekarang saya dikarunia tiga orang anak," katanya.
Pria
kelahiran tahun 1985 asal Desa Kananga, Kecamatan Bolo ini dikenal sosok
yang cerdas. Tak ayal, banyak mahasiswa dan jajaran akademik memilihnya menakhodai
IAIM Bima periode 2021-2025.
Sebelum dipercaya
menjadi rektor IAIM Bima dari pimpinan
pusat Muhammadiyah pada 22 Agustus 2021 lalu, Hendara menduduki jabatan sebagai
wakil rektor III, bidang kemahasiswaan. (Juliadin)