Iin Suprihatin, S.Si (Statistisi BPS Kota Bima) |
Pemberlakuan aturan Social
distancing bagi masyarakat, guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19 memunculkan suatu keadaan baru
dalam aktifitas bekerja dan belajar yang terjadi dalam satu setting tempat,
yaitu rumah. Saat ini banyak orangtua yang bekerja dari rumah (Work
from home) sekaligus harus mendampingi anak belajar jarak jauh dari rumah (school from home). Sehingga mengharuskan
ibu merangkap dua peran sebagai ibu dan working
mother.
Menghadapi tugas yang muncul dalam waktu bersamaan dan harus
disikapi dengan kepala dingin, tentunya menuntut upaya yang tidak sederhana,
dan kondisi tersebut harus dilakukan demi tercapainya kesejahteraan kehidupan
rumah tangga. Tuntutan tersebut dapat
menambah stresor negatif yang dirasakan oleh seorang Ibu yang bekerja sekaligus harus beradaptasi terhadap
penggunaan media pekerjaan secara virtual, kebutuhan dan caring terhadap
anggota keluarga lain juga hal-hal lain yang berkaitan dengan pekerjaan
kantornya yang harus dilakukan di rumah.
Badan Pusat Statistik Kota Bima melansir dalam Statistik Ibu dan
Anak Kota Bima(2020), pekerja perempuan berumur 15 tahun keatas yang berstatus
kawin di Kota Bima sebesar 72,03 persen
dengan rata-rata waktu kerja 47,27 jam dalam seminggu. Sebanyak 38,07 persen ibu berstatus buruh/karyawan/pegawai
dengan 74,81 persen ibu memilih bekerja pada lapangan usaha jasa.
Umumnya motivasi seorang ibu untuk bekerja antara lain, tuntutan
finansial, menggantikan peran suami, pemanfaatan kondisi kesehatan, dan menunjukkan
eksistensi sebagai ibu sekaligus wanita pekerja sehingga menjadi contoh terbaik
dalam keluarga. Bagi working mother
kebijakan working from home merupakan
sebuah previledge, tetapi tidak bisa
menampik fakta bahwa bagaimana lekatnya pekerjaan domestik pada ibu. Melekatnya
pekerjaan domestik membuat para ibu pekerja tidak bisa sepenuhnya fokus pada
kesibukan kantor, melainkan memaksanya untuk bisa melakukan multitasking.
Multitasking merupakan
aktivitas melakukan beberapa hal dalam satu waktu. Nyatanya multitasking tidak
mempercepat pekerjaan selesai, justru menurunkan produktivitas. Ketika
menjalankan multitasking, fokus akan terpecah dan dapat berdampak
panjang pada kondisi psikologis seseorang. Mother
working lebih rentan mengalami konflik pekerjaan dan keluarga (work-family
conflict) (Susanti, Matulessy, & Pratikto, 2017). Seorang ibu
diposisikan untuk tetap bisa mengurus anak, suami, dan rumah tangga bersamaan
dengan kewajiban kantor. Beberapa mungkin memiliki asisten rumah tangga untuk membantu pekerjaan rumah, namun bukan
berarti membebaskan seorang ibu terhadap distraksi yang ada. Butuh waktu,
energi, dan emosi untuk memfokuskan diri mengimplementasikan ide dalam
pekerjaan.
Perlu cara jitu mother working untuk mengatasi hal
tersebut. Salah satunya adalah membiasakan praktek mindfulness. Terlepas dari berbagai peran yang harus dijalani, kondisi mindfull nyatanya memberikan kesadaran terhadap kontrol diri pada
individu, mengurangi timbulnya keterpecahan pikiran, perasaan tidak nyaman,
gelisah, dan cemas. Sehingga mengurangi beban yang timbul dari dualism peran
seorang ibu dalam kesehariannya. Ketika seseorang melihat situasi lebih jernih,
menghasilkan keputusan yang lebih tepat yang harapannya tercapai keseimbangan
di antara dunia kerja maupun keluarga.(*)