Sultan Muhammad Salahuddin |
BimaNews.id, BIMA-Sultan Muhammmad Salahuddin
kembali gagal ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden RI Joko Widodo.
Padahal, besar harapan Pemerintah Kabupaten Bima, agar sultan Ma Kakidi Agama
(Yang Menegakkan Agama) itu dinobatkan tahun ini.
Berdasarkan keputusan presiden RI, hanya
empat tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan tahun 2021. Gelar tersebut
diberikan pada upacara Hari Pahlawan yang digelar di Istana Negara, Rabu
(10/11).
“Dari empat tokoh tersebut, tidak ada
nama Sultan Muhammad Salahuddin,” kata Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima, Andi
Sirajudin, Jumat (12/11)
Informasi itu kata dia, diketahui
sejak Senin (8/11). Seharusnya Pemda Bima sudah mendapat surat pemberitahuan
dari Kemenhan perihal penetapan tokoh-tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan.
“Karena tidak ada surat pemberitahuan,
kami anggap Sultan Bima gagal dinobatkan sebagai pahlawan,” ungkap Andi.
Sultan Bima kata dia, sudah tiga kali
gagal ditetapkan sebagai pahlawan selama tiga tahun terakhir. Ia juga tidak
tahu pasti alasan pemerintah pusat sehingga Sultan Bima tidak dipilih.
“Kita tunggu dulu surat pemberitahuan
dari pemerintah pusat. Siapa tahu di surat itu dijelaskan alasannya,” kata
Andi.
Dari rekam jejak sejarah menurut dia,
Sultan Bima sudah sangat layak diberi gelar pahlawan. Selain sebagai tokoh
pendidikan Islam modern dengan mengirim masyarakat Bima sekolah ke Mekkah dan
Mesir. Juga mendirikan 60 sekolah yang tersebar di seluruh wilayah Bima.
“Bukti sejarah beliau membeli tanah
wakaf untuk masyarakat Bima di Mekkah dan Mesir hingga kini masih ada,” terang
mantan Kepala DPMDes Kabupaten Bima ini.
Sultan Muhammad Salahuddin kata dia,
juga penyelamat gadis Bima dari nikah paksa pada massa penjajahan Jepang dengan
kebijakan Nika Baronta. Mendirikan organisasi pergerakan menuju kemerdekaan
seperti organisasi rukun wanita pada tahun 1930.
Sultan juga dikenal sebagai tokoh yang
inklusi, terbuka, tidak memandang suku dan ras. Seperti mendatangkan guru-guru
nasrani di Bima.
Tidak hanya itu, beliau juga menjadi
bagian dari sejarah kemerdekaan RI saat Soekarno dan Hatta memproklamasikan
kemerdekaan pada 5 Agustus 1945. Bahkan saat itu, Aceh, Yogyakarta dan Bima
dinobatkan sebagai daerah istimewa, namun ditolak Sultan Bima.
"Itulah kebesaran jiwa beliau. Mudah-mudahan tahun depan Sultan Bima bisa ditetapkan sebagai pahlawan nasional," harap Andi.
Kepala Museum Samparaja Bima, Dewi
Ratna Muchlisa, M.Hum mengaku kecewa mengetahui kabar itu dari media sosial.
Kerja kerasnya mengumpulkan bukti sejarah Sultan Muhammad Salahuddin, sia-sia.
“Kecewa sih tetap ada. Karena di luar
dugaan,” aku cucu dari Sultan Muhammad Salahuddin ini.
Dosen STKIP Bima ini mengaku tidak
tahu persis kenapa Sultan Bima tidak terpilih sebagai pahlawan. Padahal hampir
semua bukti fisik dari perjuangan sultan sudah diserahkan ke Kemenhan. Begitu
pula dengan jumlah tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan kali ini lebih sedikit
dibanding tahun lalu.
“Tahun lalu ada enam orang, kenapa
sekarang hanya empat,” katanya heran.
Kegagalan tahun ini katanya, karena
soal waktu. Harusnya, bukti-bukti fisik sejarah peninggalan sultan diusulkan
lebih awal. Bukan mendekati hari penetapan.
Dukungan Pemda kata dia, belum maksimal. Paling tidak menggelar sosialisasi, promosi hingga membangun jaringan dengan tokoh-tokoh Bima di pusat.
“Kita harus belajar dari upaya Pemprov
di bawah kepemimpinan M. Zainul Majdi yang berhasil mengantarkan Almarhum TKGH
M Zainuddin Madjid sebagai pahlawan nasional. Berbagai kegiatan hingga
spanduk-spanduk dukungan itu disebar di NTB,” ungkap ibu satu anak ini.
Selama ini kata dia, kerja tim sangat
luar biasa. Mampu mengumpulkan bukti-bukti sejarah perjalanan Sultan Bima
meski terbatasnya waktu.
Bukti-bukti tersebut kata dia, seperti
bangunan sekolah. Kemudian pengakuan anak-anak pelaku Nika Baronta maupun cucu
dari warga yang mendapat beasiswa ke Mekkah dan Mesir dari Sultan Bima.
“Bukti foto dan video hasil wawancara
itu kita kirim ke Kemenhan,” ujar Dewi.
Dia berharap tahun depan Pemda dan masyarakat bima tidak dikecewakan lagi. Seluruh elemen harus bekerjasama mendukung cita-cita ini. Termasuk membangun jaringan dengan mengundang tokoh-tokoh asal Bima di pusat melalui kegiatan seminar.
“Semoga ini bisa kita wujudkan,” harap
Dewi.
Besar harapan masyarakat Bima agar
Sultan Bima ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Mengingat bukti sejarah
perjuangannya hingga kini masih dirasakan masyarakat Bima. Terutama semangat
pendidikannya.
“Bima butuh figur pahlawan. Itu jati
diri kebimaan kita,” tutur Dewi.
Yang paling berkesan dari kepemimpinan
Sultan Bima kata dia, adalah tidak anti kritik. Bahkan bukti surat-surat
keluhan, saran dan kritik dari masyarakat zaman itu masih tersimpan rapi hingga
saat ini.
"Masyarakat bebas menyampaikan
keluhan pada beliau. Tidak ada batasan," pungkasnya. (jw)