Subahan, SH |
BimaNews.id, KOTA BIMA-Periode Januari hingga Oktober 2021, angka perceraian di Kota dan Kabupaten Bima sebanyak 1.393 kasus. Pada rentang waktu yang sama, angka tersebut menurun dibanding 2020 lalu, yakni 1.679 kasus.
Petugas
Bagian Informasi dan Pengaduan Pengadilan Agama (PA) Bima Subahan mengatakan,
rendahnya jumlah kasus perceraian tahun ini imbas dari pembatasan pengaduan.
Karena alasan pandemi Covid-19.
Saat ini,
setiap hari dibatasi paling banyak diterima mulai dari 10 hingga 15 kasus.
Tidak heran, presentase jumlah kasus yang ditangani tahun ini menurun.
"Berbeda
dengan tahun 2020 lalu, tidak ada pembatasan. Jadi, wajar angkanya meningkat.
Andaikan tidak dibatasi, mungkin angkanya tetap sama dengan tahun
ini," jelasnya, kemarin (2/11).
Ada sejumlah
faktor sebagai pemicu perceraian. Di antaranya, karena faktor ekonomi,
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), judi, dan kehadiran orang ketiga alias
selingkuh. "Sebenarnya dari sejumlah masalah mereka yang kami tangani,
tidak begitu besar," jelas alumni Unram ini.
Bahkan,
masalah bisa diselesaikan melalui musyawarah keluarga atau mediasi di desa atau
kelurahan. Tapi langkah tersebut tidak direalisasikan. Padahal peran pemerintah
itu penting untuk menekan kasus perceraian.
Setiap
pasangan yang mengajukan perkara perceraian mengaku tidak ada peran dan upaya
mediasi dari pemerintah. "Harusnya mereka ikut andil memberikan solusi
jika ada suami istri yang bertengkar. Tidak boleh dibiarkan, apalagi langsung
mengadukan ke PA," tegasnya.
Bisa saja
perkara mereka diajukan di PA asalkan sudah dimediasi. Namun praktek tersebut
sebagian besar tidak diterapkan pemerintah setempat.
"Meski
belum di mediasi pemerintah, kami di PA tetap mencari cara agar mereka bisa
damai dan mencabut laporan pengaduan," pungkas bapak empat anak asal
Kelurahan Ntobo, Kecamatan Asakota ini. (jul)