Sidang dengan agenda Pembacaan Nota Pembelaan dari terdakwa Feri Sofiyan, Wakil Wali Kota Bima di PN Bima, Rabu (27/10) yang dibacakan pensehat hukum, Lili Marfuatun. |
BimaNews.id, KOTA BIMA-Sidang lanjutan kasus pembangunan Jeti di Lingkungan Bonto, Kelurahan Kolo, Kota Bima kembali digelar. Rabu (27/10) dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa Feri Sofiyan, Wakil Wali Kota Bima.
Pledoi yang dibacakan
Penasehat Hukum (PH) itu diantaranya, menilai dakwaan JPU sebelumnya tidak cermat dan keliru.
Terutama dalam menetapkan pasal.
Sidang
pembacaan nota pembelaaan yang berlangsung di Kantor Pengadilan Negeri Raba
Bima dihadiri terdakwa Feri Sofiyan bersama tim PH. Sidang dimulai pukul 10.40 Wita, dipimpim Hakim Ketua Y. Erstanto Windiolelono,
hakim anggota masing-masing Frans Kornelisen dan Horas El Cairo Purba.
Nota
pembelaan itu dibacakan Lili Marfuatun sebagai PH Feri Sofiyan di hadapan majelis
hakim. Isi nota pembelaan diantaranya, menegaskan tuntutan dari JPU pada sidang
tanggal 21 Oktober, tidak berdasarkan pada fakta hukum. Tapi terkesan dipaksaan.
Memaksa
unsur-unsur delik dalam Pasal 109 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. "Tuntutan JPU tidak memiliki dasar yang benar,
sehingga tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk mengadili perkara ini,"
tegasnya.
Karena
tandas Lili, asas peradilan di Indonesia harus jujur, obyektif dan tidak
memihak. Sementara tuntutan JPU dinilai tidak
cermat dan keliru dalam memahami unsur atau delik dalam Pasal 109.
Penasehat
hukum terdakwa juga melihat ada kejanggalan, baik dalam surat dakwaan maupun
surat tuntutan JPU. Karena pada ketentuan Pasal 1 ayat 2 KUHP menyebutkan,
bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan. Maka
terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.
Hal tersebut
tegas Lili, sangat selaras dengan ketentuan asas hukum yaitu Lex Posteriori
Derogat Legi Priorim. Artinya, Undang-undang yang lama dinyatakan tidak berlaku
apabila ada undang-undang baru yang mengatur hak yang sama.
Kemudian
tidak ada fakta hukum yang menyebutkan pelanggaran dilakukan terdakwa. Sehingga
tidak ada perbuatan pidana yang harus dipertanggungjawabkan terdakwa.
"Apa
yang didakwakan terhadap klien kami tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Karena itu terdakwa harus dibebaskan,” tandas Lili. (tin)