Juhriati |
BimaNews.id, KOTA BIMA-Akhir-akhir
ini, polisi terus merilis pengungkapan kasus kriminalitas di wilayah hukum
Polres Bima Kota. Mirisnya, banyak anak yang terlibat sebagai pelaku.
Mereka tidak
hanya terlibat kasus pencurian, tapi juga narkoba. Bahkan ada indikasi, masuk
dalam sindikat kejahatan.
Ketua LPA
Kota Bima, Juhriati SH MH menanggapi fenomena
tersebut mengaku, ada beberapa penyebab.
Hasil asesment LPA kata dia, disebabkan
beberpa faktor. Diantaranya, faktor lingkungan, pergaulan dan pola pengasuhan
keluarga.
Prilaku anak
akan sangat ditentukan lingkungan pergaaulan. Kalau berteman dengan pencuri,
pasti akan ikut mencuri. Begitu juga dengan narkoba, tawuran dan lain-lain.
“Untuk pola
pengasuhan keluarga, orangtua sudah tidak memiliki banyak waktu untuk anak. Sehingga
anak lebih banyak berinteraksi dengan HP,” ungkap Juhriati.
Selama mendampingi
sejumlah kasus anak sebutnya, orang tua sekarang ini cenderung menganggap
anaknya baik-baik saja dengan melihat keadaan mereka. Orangtua nyaris tidak
pernah tahu apa yang sedang dialami, dihadapi dan dilakukan anak-anak mereka.
“Keadaan ini
menjadikan anak mudah terjebak perbuatan melanggar hukum,” tegasnya.
Menurut
dosen di STIH Muhammadiyah Bima ini, ada beberapa faktor pemicu banyaknya kasus
kejahatan dilakukan anak. Satu diantaranya, proses penegakan hukum anak pelaku
kejahatan sering sekali tidak memberikan
efek jera dan edukasi. Dengan memahami apa yang dilakukan mereka itu salah
dimata hukum.
Mediasi
kasus anak kata Juhriati, justeru sering membuat pikiran anak merasa enteng
ketika berhadapan dengan hukum. Banyak kasus anak, hanya diselesaikan dengan
mediasi. Prosesnya tidak memberikan efek jera atas perbuatan mereka yang salah.
Solusinya
kata Juhriati, pola asuh keluarga harus diperbaiki. Orang tua harus meluangkan waktu
yang berkualitas untuk berinteraksi antara anak. Kemudian, pengawasan terhadap
anak bukan di lingkungan keluarga, tapi ketika anak berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya.
“Anak
bergaul dengan siapa, kegiatannya apa saja, itu semua harus diketahui dan
terpantau,” tandasnya.
Selain
keluarga kata Juhriati, peran masyarakat untuk ikut mengawasi interaksi anak di
lingkungan social harus ditumbuhkan.
Begitu juga
dengan pemerintah, harus berperan dalam penanganan dan pemulihan anak pasca
proses hukum. Anak diberikan pembinaan dan dipulihkan melalui lembaga khusus
pembinaan anak.
Tujuannya,
agar anak dapat menikmati pertanggungjawaban, atas kesalahan hukum yang mereka
lakukan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
“Selama ini
anak mengulangi perbuatan melanggar hukum. Karena tidak mendapatkan pembinaan
dan pemulihan. Sehingga banyak pelaku anak yang terus mengulang kejahatan yang
sama,” ungkapnya.
Yang
terakhir kata Juhriati, peran aparat penegak hukum untuk melaksanakan proses
hukum sesuai aturan. Baginya, tidak semua kasus bisa dimediasi. Proses mediasi
pun, harus tetap memperhatikan pembinaan yang terbaik bagi anak.
“Memudahkan
proses hukum anak, justeru membuat anak salah mendapatkan edukasi hukum,”
tegasnya.
Lalu, apakah
saat ini Kota Bima sudah dalam kondisi darurat anak sebagai pelaku ?
Menurutnya, darurat anak sebagai pelaku juga harus
dilihat pada kualitas kejahatan yang dilakukan anak. Klasifikasi kejahatan anak
yang kerap muncul saat ini, masih kategori kenakalan remaja. Seperti, tawuran,
narkoba atau pencurian.
Sedangkan
yang berkualitas berat, seperti persetubuhan bersama-sama hingga meninggal
dunia itu belum ada yang terjadi. Kalau itu terjadi, mungkin bisa kita katakan
sudah darurat.
“Namun
menurut saya, baik anak karena kenakalan maupun karena memang ada niat
melakukan kejahatan, harus sama-sama mendapatkan perhatian,’’ terangnya.
Termasuk
kata dia, penanganan yang paripurna, baik penegakkan hukum, maupun pasca proses hukum. Agar anak benar-benar dapat memahami resiko ketika
melakukan kejahatan. (tin)