Ilustrasi Google |
Penangkapan
EV berbuntut. Ia menyebut ada oknum aparat di Polsek Tambora Kabupaten Bima dan
Pemerintah Desa Rasabou kerap minta upeti, agar pengangkutan kayu miliknya lancer.
Kepada
wartawan, Ev yang kini berstatus tersangka ini membeberkan praktek oknum aparat
yang kerap minta jatah, untuk setiap pengangkutan kayu.
Ditemani
suaminya Asikin, EV mengatakan, saat ini ada 13 hingga 19 pengusaha kayu yang
mengangkut dan mengambil kayu di Tambora Kabupaten Bima. Mereka telah membeli
kayu dari warga di Kecamatan Tambora sejak 2018 lalu.
Untuk memuluskan setiap pengangkutan kayu, tambah Asikin, harus merogoh uang Rp 300 ribu per truk . Uang tersebut, agar tidak ada penangkapan saat kayu diangkut.
Namun pada
tahun 2020 beber Asikin, ada rapat yang digelar di rumah Kepala Desa Rasabou,
Kecamatan Tambora. Saat rapat itu, oknum anggota Polsek Tambora meminta jatah
dinaikkan menjadi Rp 500 ribu per mobil.
"Naikkan
jatah saya 500 ribu rupiah per Oto, tidak akan ada penangkapan, " kata
Asikin, meniru kalimat oknum di Polsek Tambora saat pertemuan di rumah Kades
Rasabou tersebut.
Asikin pun
menunjukan bukti transfer uang beberapa kali selama tahun 2020. Yakni, ke nomor rekening atas nama Putu Erik
Wardana, anggota Polsek Tambora.
Nominal uang
yang dikirim bervariasi. Ada Rp 1,5 juta sebanyak 3 kali dan Rp 2 juta satu
kali.
"Jadi
kanit ini sebagai tukang tagih, " ungkap Asikin.
"Yang
saya heran. Kami sudah mengikuti kemauan aparat dan Kades, naikkan jatah mereka.
Uang sudah kita berikan. Tapi kenapa masih ditangkap?, " tanyanya.
Saat
ditangkap, kayu yang diangkut truk miliknya merupakan kayu Rimba Campuran
sebanyak 8 kubik. Asikin mengaku, mengantongi surat keterangan dari pemerintah
desa setempat.
"Untuk
dokumen pengangkutan kayu, kami keluarkan uang 3,5 juta untuk sekali pengangkutan.
Itu disetor ke sekretaris desa. Sementara untuk mendapatkan SPPT dari desa,
kami harus keluarkan Rp 600.000 lagi. Mereka dapat dobel, " bebernya.
Asikin
mengaku, tidak akan melawan proses hukum yang sedang dijalani istrinya saat
ini. Namun, oknum-oknum yang bermain selama ini pun harus diungkap.
"Kenapa
baru sekarang? Karena sejak usaha tahun 2018, baru sekarang disoal karena
menggunakan keterangan dari desa, " pungkasnya.
Sementara itu, Kapolsek Tambora Iptu Nurdin yang dikonfirmasi via ponsel pada Selasa (13/7) mengatakan, jika penangkapan kayu yang diduga hasil ilegal logging tersebut sudah terjadi dua bulan lalu.
"Kebetulan
kami sedang menuju TKP warga minum racun dan melihat ada truk yang mengangkut kayu.
Itu malam-malam. Setelah diperiksa, ternyata tidak memiliki dokumen. Sopir
hanya bisa tunjukkan STNK saja, " jelas Nurdin.
Soal adanya
uang jatah yang diberikan dan dikirim melalui bawahannya, Nurdin mengaku tidak
mengetahui hal itu. Namun ia mengatakan, saat ini kasus tersebut sudah
dilaporkan EV ke Propam Polda.
"Bawahan
saya itu, sudah tidak di sini. Sudah pindah. Saya juga tidak tahu. Kasusnya kan
sudah dilaporkan ke Propam Polda NTB, " sebutnya.
Nurdin
memastikan, penangkapan terhadap kayu 8 kubik tersebut didasari tidak adanya
surat-surat pengangkutan kayu hutan yang sah. Ia juga menegaskan, sudah banyak
mengungkap kasus yang serupa dan telah dilimpahkan ke Polres Bima.
"Silahkan
cek ke Polres Bima itu, sudah berapa banyak kasus yang kami limpahkan selama
saya di sini, " tegasnya.
Sementara
itu, Kades Rasabou, Miskan yang dikonfirmasi terpisah melalui seluler,
membenarkan adanya rapat di rumahnya. Ia mengatakan, itu adalah kesepakatan
para pengusaha sendiri.
"Bukan
jatah, tapi itu kesepakatan pengusaha. Itu pun tidak terealisasi. EV itu tidak ada ngasih sama sekali,
" jawab Miskan.
Ia juga
mengatakan, dokumen-dokumen yang dikeluarkan pemerintah desa memiliki
administrasi sendiri. Namun ia menolak, jika itu disebut sebagai jatah untuk
memuluskan pengangkutan kayu tidak berizin. (tin)