Oleh: Iin Suprihatin (Statistisi Pertama BPS Kota Bima)
Desa dan setingkatnya saat ini menjadi entitas penting Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Hadirnya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi pada kabinet Indonesia Maju, sebagai wujud
keseriusan pemerintah untuk melakukan percepatan pembangunan desa. Sekaligus memegang
mandat untuk menjalankan Nawacita ketiga Presiden Jokowi yaitu “Membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan”. Dengan salah satu agenda besarnya mengawal penerapan
UU No.6 Tahun 2004
tentang Desa secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan dengan melakukan
fasilitasi, supervisi, dan pendampingan kepada desa, sehingga menjadi modal
penting untuk mengawal perubahan desa demi mewujudkan desa yang mandiri dan
inovatif. Implementasi program pembangunan desa perlu didukung oleh
ketersediaan data yang aktual dan faktual
berbasis wilayah (spasial).
Badan Pusat Statistik dengan
tugasnya sebagai penyedia data statistik akurat yang menggambarkan keadaan yang
sebenarnya, dalam rangka mendukung Indonesia Maju, Sejak tahun 1980 melakukan
pendataan Potensi Desa (Podes) secara rutin demi menangkap fakta penting terkait ketersediaan
infrastruktur dan potensi yang dimiliki oleh setiap wilayah untuk memantau
perkembangannya secara berkala dan terus menerus. Data Podes memegang peranan penting dalam penetapan dana
desa.
Berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa. Setiap
desa akan mendapatkan dana maksimal sebesar 1,4 miliar rupiah. Dalam PP
tersebut disebutkan bahwa pengalokasian dana desa dihitung berdasarkan jumlah
desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan,
luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Agar dana
tersebut tepat sasaran maka pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
meminta BPS untuk menyediakan data terkait tingkat kesulitan geografis.
Data Podes merupakan data dasar yang dipergunakan
untuk melakukan penghitungan Indeks Kesulitan Geografis (IKG). IKG disusun dari tiga komponen. Pertama, ketersediaan pelayanan dasar seperti fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan
lain-lain serta kemudahan dalam mengakses layanan dasar. Kedua, kondisi infrastruktur
sosial dan ekonomi. Ketiga, akses
transportasi. Angka ini kemudian dijadikan salah satu input formulasi besaran dana
desa pada tahun 2015 - 2020. Selain itu data Podes juga digunakan untuk
mengetahui tingkat kemajuan desa melalui Indeks Pembangunan Desa (IPD).
Pada tahun 2021, BPS kembali melakukan pengumpulan data Podes.
Rangkaian kegiatan pengumpulan data
dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2021. Responden dalam kegiatan Podes
merupakan aparatur desa dan setingkatnya. Mengingat pentingnya pemanfaatan data
Podes kemampuan petugas dan pengetahuan apartur desa dalam memotret data
pembangunan desa sangat dibutuhkan. (*)