Penulis : Triana Pujilestari, S.Si, M.SE (Fungsional Umum BPS Kota Bima) |
Pandemi Covid-19 sudah hampir empat belas bulan lamanya mendera Indonesia
sejak pemerintah mengonfirmasi infeksi korona pertama di Indonesia pada tanggal
2 Maret 2020. Tak hanya menciptakan krisis kesehatan masyarakat, pandemi
Covid-19 secara nyata juga mengganggu aktivitas ekonomi nasional.
Keputusan pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) sejak April 2020 berdampak luas dalam proses produksi, distribusi,
dan kegiatan operasional lainnya yang pada akhirnya mengganggu kinerja
perekonomian. Ekonomi Indonesia 2020 diperkirakan tumbuh negatif. Angka
pengangguran dan kemiskinan meningkat.
Untuk membangkitkan kembali ekonomi nasional di tengah
pandemi, pemerintah telah menerbitkan beragam regulasi dengan tujuan agar roda
ekonomi nasional kembali bergerak ke arah positif.
Beragam kebijakan ekonomi telah ditetapkan pemerintah untuk menahan dampak negatif Covid-19 sepanjang 2020. Tahun 2021 ini, strategi pemulihan ekonomi nasional tetap dilanjutkan agar roda ekonomi nasional pulih kembali.
Potret ekonomi Indonesia selama Covid-19
Secara umum, pandemi Covid-19 telah berdampak buruk pada
ekonomi nasional sepanjang tahun 2020 lalu kendati mulai triwulan empat 2020 mulai membaik. Kondisi
ekonomi nasional itu tampak dari
sejumlah indikator perekonomian, seperti pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan dan tingkat pengangguran.
Laju pertumbuhan
ekonomi nasional tahun 2020 diperkirakan mengalami pertumbuhan negatif. Pada
kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi masih tumbuh 2,97 persen (yoy), tetapi
memasuki kuartal II terkontraksi hingga 5,32 persen (yoy).
Kuartal II
merupakan puncak dari semua kelesuan ekonomi karena hampir seluruh sektor usaha
ditutup untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. PSBB
sebagai langkah penanganan pandemi Covid-19 yang diterapkan pada sejumlah
daerah di Indonesia merupakan faktor yang menyebabkan kontraksi pertumbuhan
ekonomi pada pada triwulan II 2020.
Memasuki kuartal III, saat PSBB mulai dilonggarkan, kegiatan ekonomi mulai menggeliat. Kontraksi ekonomi mulai berkurang menjadi 3,49 persen. Namun, karena dua kuartal berturut-turut kontraksi, maka ekonomi Indonesia secara teknis masuk dalam resesi. Pada kuartal I-2021, pertumbuhan ekonomi masih terkontraksi sebesar 0,74 persen (yoy), tetapi sudah menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan kuartal IV 2020 yang terkontraksi sebesar 2,19 persen (yoy).
Daya beli
masyarakat
Pertumbuhan
ekonomi yang memburuk sepanjang 2020 tak terlepas dari daya beli masyarakat yang
tergerus selama pandemi. Padahal, konsumsi rumah tangga selama ini menjadi
tumpuan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sepanjang 2020,
pandemi membuat jutaan pekerja harus kehilangan pekerjaan atau mengalami
penurunan pendapatan. Kebijakan PSBB untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19
menyebabkan terbatasnya mobilitas dan aktivitas masyarakat yang berdampak pada
penurunan permintaan domestik.
Seiring dengan
kondisi tersebut, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2020
tercatat 2,83 persen (yoy), kemudian pada triwulan II 2020 mengalami kontraksi
5,51 persen (yoy), triwulan III terkontraksi 4,04 persen (yoy), dan triwulan IV
terkontraksi 3,61 persen (yoy).
Daya beli
masyarakat turun terutama karena berkurangnya penghasilan di samping karena terbatasnya
aktivitas. Di tengah semua ketidakpastian, masyarakat terutama golongan
menengah ke atas mengerem pembelian barang-barang yang dianggap tidak pokok.
Penghasilan
masyarakat yang menurun karena pandemi menyebabkan sebagian besar sektor usaha
mengurangi aktivitasnya atau tutup total. Angka pengangguran pun meningkat.
Badan Pusat Statistik dalam Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2020
menunjukkan, Covid-19 berimbas pada sektor ketenagakerjaan. Sebanyak 29,12 juta
orang atau 14,28 persen dari 203,97 juta orang penduduk usia kerja terdampak
pandemi.
Jumlah pengangguran meningkat sejumlah 2,56 juta orang menjadi 9,77 juta orang. Jumlah pekerja formal turun 39,53 persen menjadi 50,77 juta orang dari total 128,45 juta penduduk yang bekerja. Sebaliknya, jumlah pekerja informal melonjak 60,47 persen menjadi 77,68 juta orang.
Regulasi
pemulihan ekonomi nasional
Untuk meredam
dampak ekonomi Covid-19 seperti disebut di atas, sepanjang tahun 2020,
pemerintah telah menerbitkan beragam regulasi dan kebijakan untuk menahan
dampak buruk di bidang ekonomi sekaligus mengupayakan pemulihan ekonomi.
Pemulihan ekonomi
nasional dilakukan dengan mengambil kebijakan fiskal dan moneter yang
komprehensif. Di samping itu, pemerintah juga mengalokasikan dana APBN 2020
untuk pemulihan ekonomi sebesar Rp 695,23 triliun.
Pemulihan ekonomi
nasional diharapkan mulai terasa pada triwulan III 2020. Meskipun tidak
bertumbuh positif, diharapkan, ekonomi nasional tidak berkontraksi sebesar
triwulan II. Selanjutnya, pada triwulan IV 2020, diharapkan ekonomi nasional
bertumbuh positif sehingga kontraksi tahun 2020 bisa ditekan sekecil mungkin.
Untuk mencapai
tujuan tersebut, terdapat tiga kebijakan yang dilakukan pemerintah, yaitu
peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha, serta
menjaga stabilitasi ekonomi dan ekspansi moneter. Kebijakan tersebut
dilaksanakan secara bersamaan dengan sinergi antara pemegang kebijakan fiskal,
pemegang kebijakan moneter, dan institusi terkait.
Terkait daya beli
masyarakat, pemerintah telah mengalokasi anggaran sebesar Rp 172,1 triliun
untuk mendorong konsumsi/kemampuan daya beli masyarakat. Dana tersebut
disalurkan melalui bantuan langsung tunai (BLT), Kartu Pra Kerja, pembebasan
listrik, dan lain-lain. Pemerintah juga mendorong konsumsi kementerian/lembaga
serta pemerintah daerah melalui percepatan realisasi APBN/APBD. Selain itu,
konsumsi juga diarahkan untuk produk dalam negeri sehingga memberikan multiplier
effects.
Di sektor dunia
usaha, pemerintah berusaha menggerakkan melalui pemberian insentif/stimulus
kepada UMKM dan korporasi. Untuk UMKM, pemerintah antara lain memberikan
penundaaan angsuran dan subsidi bunga kredit perbankan, subsidi bunga melalui
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (Umi), penjaminan modal kerja sampai
Rp 10 miliar dan pemberian insentif pajak, misalnya Pajak Penghasilan (PPh
Pasal 21) ditanggung pemerintah.
Untuk korporasi,
pemerintah memberikan insentif pajak, antara lain bebas PPh Pasal 22 impor,
pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan pengembalian pendahuluan PPN serta
menempatkan dana pemerintah di perbankan untuk restrukturisasi debitur.
Pemerintah juga memberikan penjaminan modal kerja untuk korporasi yang
strategis, prioritas, atau padat karya.
Untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, Bank Indonesia berupaya tetap menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah, menurunkan suku bunga, melakukan pembelian surat berharga negara (SBN), dan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Tujuan penurunan suku bunga adalah meningkatkan likuiditas keuangan untuk mendorong aktivitas dunia usaha.
Strategi
Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional 2021
Pemerintah
menyakini, tahun 2021 akan menjadi titik balik perekonomian Indonesia. Untuk
membangkitkan kembali ekonomi, pemerintah tetap melanjutkan program pemulihan
ekonomi nasional (PEN). Melalui PEN ini, diharapkan dapat mendorong daya beli
masyarakat di tahun 2021 sekaligus untuk memperluas penciptaan lapangan kerja
di Indonesia.
Anggaran untuk
program PEN 2021 ditetapkan sebesar Rp 553,09 triliun. Dimana nilai tersebut
hampir setara dengan realisasi angggaran PEN 2020, yakni Rp 579,78 triliun.
Strategi PEN
tahun 2021 akan difokuskan pada empat kegiatan. Pertama, belanja kesehatan akan
menjadi prioritas pertama, termasuk pengadaan testing, obat-obatan, alat
kesehatan, insentif tenaga kesehatan dan rumah sakit, serta memastikan
ketersediaan vaksin.
Kedua,
melanjutkan stimulus fiskal, baik kementerian/lembaga (K/L) maupun non-K/L pada
sektor-sektor yang memberi dampak multiplier tinggi terhadap penciptaan
lapangan pekerjaan maupun pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, belanja
pemerintah akan diarahkan kepada pembelian barang yang diproduksi dalam negeri
sehingga dapat memberikan dampak besar terhadap permintaan barang dalam negeri.
Keempat, belanja bantuan sosial, program cash for work, program sembako, PKH, subsidi tenaga kerja baik sektor formal maupun informal, sehingga dapat menambah daya beli kelompok berpenghasilan rendah yang selanjutnya dapat mendorong konsumsi masyarakat.
Harapan
Program PEN tahun
2020 telah mendongkrak roda perekonomian yang telah lesu dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini tampak dari laju pertumbuhan ekonomi
yang mulai membaik di kuartal keempat tahun 2020 dan menurunnya angka
pengangguran pada Februari 2021.
Selain itu, program
PEN membangkitkan optimisme bagi perekonomian tahun 2021 yang diproyeksikan
akan membaik secara perlahan, yang didukung juga oleh penyelenggaraan vaksinasi
Covid-19 di berbagai daerah.
Dari sisi
permintaan (demand side), stimulus dari bantuan sosial tunai diharapkan
mampu meningkatkan daya beli masyarakat. Fokus program pada sektor UMKM juga diharapkan
mampu mengembangkan pasar UMKM Indonesia, yang nantinya mampu membuka
lapangan-lapangan pekerjaan baru.
Tentu saja
harapan pemulihan perekonomian melalui program PEN 2021 ini tak luput dari
komitmen pemerintah dalam menjalankannya. Harus ada koordinasi yang baik
antarsektor kementerian/lembaga agar anggaran ini bisa tersalurkan secara utuh
dan tepat sasaran.
Sistem
penyelenggaraan yang baik dan keseriusan pemerintah juga sangat diperlukan agar
mampu menarik kepercayaan para investor untuk masuk ke Indonesia, yang nantinya
akan turut berperan dalam pemulihan serta pertumbuhan ekonomi nasional. (*)