Oleh : Triana Pujilestari (Fungsional Umum BPS Kota Bima) |
Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal 2020 sudah meluluh-lantahkan semua sendi kehidupan di hampir semua negara, tidak terkecuali Indonesia. Masyarakat yang terbiasa dengan mobilitas tinggi sekarang harus dibatasi pergerakannya dan dianjurkan untuk di rumah saja. Bahkan diawal masa pandemi, Presiden mengimbau untuk bekerja dari rumah, sekolah dari rumah dan beribadah di rumah saja hingga muncul gerakan #dirumahsaja demi menekan persebaran virus Covid-19.
Pandemi dan dunia pendidikan
Adanya pandemi menyebabkan diberlakukannya Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di hampir semua wilayah Indonesia. Untuk
merespon hal tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) melalui
Surat Edaran No.4/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa
Darurat Penyebaran Covid-19, mewajibkan pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM) dilakukan secara daring/jarak jauh.
Pembelajaran secara daring adalah hal baru
bagi guru maupun peserta didik. Pembelajaran daring memaksa murid untuk lebih
bisa mandiri dalam proses belajar. Pembelajaran daring juga menuntut peran
serta aktif orang tua murid. Banyak cerita bagaimana anak merasa stres karena
diajar oleh orang tuanya sendiri yang dianggap lebih galak daripada guru. Dan
tidak sedikit pula orang tua yang mengeluh dan stres karena harus menjadi guru
buat sang anak.
Pembelajaran daring juga banyak mengalami
kendala, mulai dari kepemilikan (gadget), sinyal internet, kesiapan materi,
waktu dan fokus belajar saat di rumah tanpa ada pengawasan langsung dari guru.
Kepemilikan telepon seluler (gadget) menjadi masalah karena akses terhadap
telepon seluler digunakan untuk mengakses Internet saat pembelajaran daring.
Berdasarkan data Susenas 2020, penduduk lima tahun keatas yang memiliki telepon
seluler sekitar 62,84% artinya masih terdapat 37,16% yang tidak memiliki telepon
seluler. Mayoritas penduduk lima tahun keatas mengakses internet menggunakan
telepon seluler (98,31%), sehingga siswa yang tidak memiliki telepon seluler
akan mengalami kesulitan melaksanakan pembelajaran daring.
Kendala berikutnya adalah sinyal internet. Sinyal
internet sangat mempengaruhi kelancaran proses pembelajaran daring. Berdasarkan
data Potensi Desa (PODES) 2018 tentang keberadaan sinyal telepon seluler, masih
terdapat 9,53% (6961 desa) yang tidak terdapat sinyal, 13,29% (9711 desa)
dengan sinyal 2G, 46,26% (33800 desa) dengan sinyal 3G, dan baru sekitar 30,93%
(22600 desa) dengan sinyal 4G. Perlu diketahui bahwa sinyal telepon seluler
generasi ketiga (3G) keatas yang bisa digunakan untuk mengakses Internet,
sehingga baru sekitar 77% desa yang mempunyai kemampuan mengakses Internet. Hal
ini sangat memengaruhi kecepatan Internet dan pada akhirnya mempengaruhi
kelancaran pembelajaran daring.
Kemampuan untuk mengakses internet yang
diwujudkan dengan kemampuan finansial untuk membeli pulsa juga mempengaruhi
kelancaran pembelajaran daring. Pada awal pembelajaran daring, banyak keluhan
tentang bertambahnya pengeluaran rumah tangga untuk membeli pulsa/kuota
Internet. Namun hal ini ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan disalurkannya
bantuan kuota belajar untuk peserta didik maupun pendidik melalui Peraturan
Sekjen Kemendikbud No.14/2020 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Kuota Data
Internet Tahun 2020. Hal ini perlu diapresiasi karena membantu kelancaran
pembelajaran daring.
Selain ketiga hal tersebut, guru merupakan kunci utama proses belajar mengajar. Dengan pembelajaran daring, setiap guru seolah-olah memberikan pengajaran secara privat kepada murid karena penggunaan Zoom Meeting, Google Room dan aplikasi lainnya. Dengan pembelajaran daring, pelajaran yang terkenal sulit seperti matematika, fisika, kimia, mungkin akan terasa menjadi lebih sulit untuk dipahami.
Permasalahan ibu
Ibu adalah sosok sentral dalam sebuah
keluarga. Mendidik anak adalah salah satu dari peranan ibu dalam keluarga yang
memegang peranan krusial. Pembelajaran daring memaksa seorang ibu untuk
mendampingi anak secara penuh dan menggantikan peran guru, terutama untuk
jenjang pendidikan anak usia dini dan sekolah dasar.
Ibu akan menghadapi beberapa masalah dengan
diberlakukannya pembelajaran daring. Masalah pertama dihadapi ibu jika kapasitas
pendidikan ibu tidak cukup untuk mengimbangi tuntutan materi pembelajaran anak.
Data Susenas 2020, sebagian besar perempuan di Indonesia adalah lulusan SD ke
bawah (42,15%).
Sedangkan yang memiliki ijazah SMP sebesar 21,
65%, SMA/SMK 26,32%, dan hanya 9,88% yang berijazah diploma keatas. Dengan
tingkat pendidikan mayoritas SD kebawah, maka para ibu akan kesulitan
memberikan tambahan penjelasan bagi anak terhadap materi pembelajaran yang
disampaikan secara daring.
Akibatnya anak akan stres karena diajar oleh
orang tua yang notabene bukan guru, ibu pun stres karena tidak mampu
mengajarkan materi dengan baik. Pada akhirnya anak tidak mampu memahami materi
dengan baik dan pendidikan anak tidak bisa maksimal.
Masalah kedua terjadi jika ibu berstatus
sebagai ibu bekerja. Dari data Sakernas Agustus 2020, terdapat 49,69% wanita
berusia 15 tahun keatas yang bekerja dan sebagian diantaranya berstatus ibu.
Jika ibu bekerja, maka ibu tidak bisa maksimal melakukan pendampingan anak
belajar daring karena harus bisa membagi waktu antara bekerja dan mendampingi
anak.
Harapan Kualitas Pendidikan
Sampai saat ini, pandemi Covid-19 belum bisa
diketahui kapan akan berakhir. Bahkan di Indonesia kasus Covid-19 sudah
menyentuh angka 1,5 juta kasus. Meskipun tren nya sudah mulai menurun sejak
adanya program vaksinasi Covid-19, namun butuh waktu agar semua penduduk
Indonesia tervaksinasi. Oleh karena pembelajaran tatap muka belum dapat
dipastikan kapan dimulai, maka permasalahan-permasalahan yang muncul dari
sistem pembelajaran daring harus secepatnya dicarikan jalan keluar agar tidak
memengaruhi kualitas pendidikan anak.
Pada Hari Pendidikan Nasional 2021,
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengusung tema
"Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar". Walau tahun ini
berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tapi esensi atau makna pendidikan harus
tetap sama. Pendidikan adalah modal bangsa untuk mewujudkan cita-cita luhur
bangsa.
Kualitas pendidikan tentu tidak bisa
dipertaruhkan karena pandemi, meskipun kesehatan adalah prasyarat utama
terselenggaranya pendidikan yang baik. Kualitas pendidikan menentukan masa
depan anak. Tidak hanya penting bagi kedua orang tua, masa depan anak juga
menentukan masa depan bangsa. Sampai waktu yang belum bisa ditentukan,
pembelajaran daring akan tetap dilakukan selama pandemi. Karena itu perlu
ditemukan metode yang tepat untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar selama
masa pandemi Covid-19 ini. Dalam jangka panjang, pemerintah juga perlu
meningkatkan kapasitas pendidikan orangtua sehingga mampu menggantikan peran
guru ketika di rumah demi masa depan anak dan bangsa.(*)