Ruspan, asal Lombok Timur ditemui di Pelabuhan Laut Soekarno Hatta Kota Bima saat jual Salome, Rabu malam (14/4). |
BimaNews.id,KOTA BIMA-
Kendati tubuh kian ringkih termakan usia, tidak menyurutkan semangat Ruspan, 58
tahun untuk mengais rezeki. Ia harus bekerja keras, banting tulang siang malam,
agar asap dapur tetap mengepul.
Pria yang
berdomisili di Kelurahan Paruga, Kecamatan Rasa Nae Barat, Kota Bima ini
merupakan warga asal Desa Kalijaga Timur, Kecamatan Aikmal, Kabupaten Lombok
Timur.
Ruspan pertama kali merantau di Kota Bima sekitar tahun 1994 silam. Saat itu ia bekerja sebagai penjual keliling bakso, dengan gerobak dorong.
Setelah lima tahun berada di Kota Bima, dia mengajak istri bersama anak-anaknya. Namun, beberapa tahun hidup bersama di Kota Bima, kondisi ekonomi keluarga Ruspan terpuruk.
Ruspan kemudian mencoba peruntungan dengan merantau seorang diri ke Sumba, Provinsi NTT. Di sana ia bekerja sebagai penjual barang.
Lagi-lagi usaha itu tidak menjanjikan. Ia pun kembali ke Kota Bima tahun 2006 silam. Beralih menjadi penjual keliling salome dengan rombong sepeda, hingga saat ini.
Setiap hari Ruspan menjajakan dagangan dari dini hari hingga jelang waktu dzuhur. Mendatangi sejumlah sekolah di Kecamatan Asakota dan Rasanae Barat.
"Setelah
itu baru saya balik ke rumah untuk salat dzuhur sekaligus istrahat
sejenak," jelas Ruspan ditemui saat menjajakan solome di Pelabuhan Bima,
Rabu malam (14/4)
Sekitar
pukul 14.00 Wita, ayah tiga anak ini kembali menjual daganganya di beberapa
tempat keramaian. Seperti di Pantai Ama Hami, Taman Ria dan Lapangan Serasuba.
Dari tempat itu,
terakhir Ruspan mangkal di pelabuhan Soekarno Hatta, Kota Bima, hingga pukul
23.30 Wita.
Selain sejumlah
tempat keramaian, ruas jalan protokol dan lorong menjadi saksi perjuangan
Ruspan menjemput rezeki. Supaya isteri dan anak-anaknya bisa makan.
Menjadi
penjual salome menjadi pintuh berkah bagi Ruspan. Pekerjaan itu telah
dijalaninya sekitar 14 tahun.
Hasil yang
dia dapat setiap hari, bisa menutupi kebutuhan sehari-hari. Kalaupun ada lebih,
cukup untuk bekal esok hari dan ditabung untuk kebutuhan pendidikan tiga
anaknya.
Saat ini
ketiga buah hatinya bisa mengenyam pendidikan. Anak sulung sedang menempuh
pendidikan akhir di Universitas Mataram (Unram). Sedangkan anak kedua di bangku
SMA dan terakhir di SMP.
Selama ini
kata dia, keluarga dan saudara meminta dirinya untuk kembali ke Lombok. Namun
permintaan tersebut belum bisa dikabulkan.
Ruspan kuatir
pendidikan anaknya pupus di tengah jalan. Sebab di kampung halaman, tidak
memiliki lahan sebagai mata pencaharian, seperti warga lain.
"InsyaAllah,
kalau anak sudah selesai kuliah semua, baru saya bersama istri balik ke lombok.
Saya juga rindu dengan keluarga dan suasana kampung di sana," katanya
sedih. (cr-jul)