Mabrur SPd |
9 Tahun Mengajar di Pemukiman, Mabrur Hanya Digaji Rp 200 Ribu Sebulan
Mabrur SPd, merupakan satu-satunya guru honorer yang mengajar di kelas jauh SDN Sori Sumba, Desa Labuan Kananga Kecamatan Tambora. Niat tulusnya mengabdi tidak pernah goyah meski menerima honor yang sangat tidak layak.
SDN Sori Sumba Desa Labuan Kananga Kecamatan Tambora memiliki kelas jauh. Tepatnya, di pemukiman transmigrasi dengan ketinggian sekitar 1.200 dari permukaan laut.
Satu bangunan kecil menjadi satu-satunya akses belajar anak-anak di pemukiman setempat. Namun, bangunan itu sudah tidak lagi dipakai pasca tertimpa pohon beberapa waktu lalu.
Kini, anak-anak harus belajar di bawah pohon. Terkadang belajar di rumah warga ketika turun hujan. Meskipun di tengah keterbatasan sarana prasarana, semangat belajar mereka tak pernah pudar.
Mabrur, adalah sosok penting yang memberi semangat pada anak-anak di pemukiman itu. Pria yang hanya menyandang status guru sukarela ini tak pernah lelah mengasuh murid di kampung terpencil itu. Padahal dia tinggal jauh dari pemukiman tersebut. Jarak antara tempat mengajar dengan rumahnya sekitar 5 kilometer.
Mabrur sudah 9 tahun menjadi guru sukarela di SD setempat. Niat tulusnya gak pernah pudar meski digaji Rp 200 ribu per bulan. Bagi dia, pendidikan anak-anak jauh lebih penting dari sekadar imbalan.
"Saya terima gaji satu kali per tiga bulan," katanya.
Honor yang dierima sebagai tenaga pendidik memang dirasakan jauh dari standar kebutuhan hidup. Untuk menambah pendapatan ia terpaksa nyambi jadi petani jagung.
Dulu dia mengaku pernah mendapat tunjangan guru terpencil, sebesar Rp 1 juta per bulan. Tapi belakangan, sekitar tahun 2016, tunjangan itu tidak ada lagi. Ia memprotes soal penghapusan tunjangan guru terpencil itu pada dinas terkait, namun tidak membuahkan hasil.
"Begitu pula dengan bantuan sarana prasarana sekolah sudah seringkali kita ajukan proposal. Tapi, tak pernah direspon," sesalnya.
Mabrur tidak setiap hari mengajar di pemukiman itu. Ia hanya mampu tiga kali dalam seminggu. Selain jarak yang jauh, medan yang dilalui cukup sulit. Sebab, jalannya rusak parah, menanjak dan berbatuan.
Bahkan untuk pergi mengajar ia harus star lebih pagi, supaya tiba di sekolah tepat waktu. Sepeda motor jadi satu-satunya transportasi yang bisa digunakan menuju pemukiman itu.
Untuk menempuh lokasi itu lumayan jauh, sekitar 3 kilometer dari sekolah induk. Sehingga tak ada guru PNS yang ditempatkan di sekolah itu.
"Selama ini hanya saya yang ditugaskan mengajar di pemukiman transmigrasi. Sesekali ngajar di sekolah induk," katanya.
Setiap kali ke sekolah ia sangat dihormati warga pemukiman. Perjuangannya dalam mendidik anak-anak disanjung banyak orang.
Tapi, baru-baru ini peran Mabrur sedikit terbantu dengan hadirnya guru PNS yang baru ditempatkan di SDN Sori Sumba. Namanya, Dian Agi Purnama SPd.
Dian sebenarnya ditugaskan mengajar di sekolah induk. Karena dia tahu ada kelas jauh, ia memilih sesekali mengajar di pemukiman. Sebagai guru baru, Dian ikut prihatin dengan kondisi belajar anak-anak di pemukiman.
"Ini pengalaman pertama saya mengajar disini. Dengan kondisi belajar seperti ini, sudah sepantasnya ada perhatian dari pemerintah," kata Dian.
Dian juga ikut prihatin dengan status Mabrur, sebagai guru honorer. Upah yang minim, tidak sebanding dengan perjuangannya mengajar anak-anak di daerah terpencil.
"Sudah sepantasnya dia mendapat tunjangan daerah khusus dari pemerintah seperti guru-guru lain di wilayah Tambora," harapnya. (Juwair Saddam/Habis)