Juhriati SH. MH |
BimaNews.id,KOTA BIMA-Fenomena
kekerasan seksual pada anak di Bima, diduga dipicu pandemi Covid-19. Belajar Daring dan penggunaan HP untuk waktu
lama, sehingga anak-anak lebih banyak
berada di rumah. Sehingga kekerasan seksual menjadi rentan dilakukan
orang-orang terdekat yang tak mampu mengendalikan nafsu liarnya.
Analisis Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Bima, dimasa pandemi ini marak kasus kekerasan seksual terhadap anak. Baik anak sebagai korban maupun sebagai pelaku.
Menurut Ketua LPA Kota Bima Juhriati SH MH, mirisnya lagi pelaku kekerasan seksual itu justru orang terdekat. Karena selama masa pandemi, anak berkutat dengan belajar Daring, ditemani HP untuk waktu yang tak terbatas.
“Akibat layanan HP menjadi ilmu baru yang akut bagi anak,” jelasnya.
Beberapa poin yang disoroti Jushriati. Pertama, fenomena maraknya kasus kekerasan seksual menimpa anak selama beberapa bulan terakhir memberi pesan jelas, telah terjadi degradasi moralitas pada tataran sosial Mbojo.
“Pelaku kekerasan sesksual
itu didominasi orang dewasa. Mereka dekat dengan korban,” ujarnya.
Kedua, masa pandemi anak
lebih banyak berada di rumah dan lingkungannya, pada batas tertentu
"berkontribusi" terhadap peningkatan grafik kasus kekerasan seksual
terhadap anak.
Menurut Juhriati, perlu dipikirkan bersama upaya efektif dan terpadu untuk merecovery kondisi psikologis anak sebagai korban. “Apalagi fakta sosialnya, korban dipojokkan dalam dua kondisi. Yakni, traumatis yang baru saja dihadapinya dan sikap masyarakat yang mencemooh,” sebut dosen STIH Muhammadiyah Bima.
Terkait dua hal itu saran dia, mesti ada lompatan respons yang cepat dan simultan dari multipihak untuk mengantisipasi gejala sosial yang memalukan tersebut. Pemerintah daerah bersama stakeholder terkait, tokoh masyarakat dan ulama segera membahas fenomena buruk dimaksud karena akan merusak masa depan anak.
"Perlu dipahami, anak adalah bahan baku utama masa depan. Apa saja yang kita desain dan persiapkan untuk mereka hari ini akan menjadi gambaran konstruksi perilaku mereka di masa depan," jelasnya.
Hal dikritiknya, kegagapan dalam penjagaan, penanganan dan penyiapan anak saat ini akan menjadi kerugian besar bagi Kota Bima di masa mendatang.
“Bima, pada umumnya akan
mengalami kebangkrutan moral serius jika kita tidak bergerak cepat,” katanya
mengingatkan.
Langkah preventif yang harus segera dilakukan kata Juhriati, keluarga sebagai benteng terakhir yang harus diperkuat untuk membangun mentalitas anak. Didukung lembaga pendidikan, keluarga merupakan wadah utama pengajaran bagi anak tentang anatomi tubuhnya, apa saja hal atau tindakan yang bisa membahayakannya.
“Jangan sampai, ketika ada kasus baru kita kebakaran jenggot,” kritiknya.
Anak-anak polos Bima, harus segera diselamatkan dari letupan liar nafsu syahwat kaum laki dewasa yang mengincarnya setiap saat.
Terkait hukuman, para pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan dewasa, selayaknya diganjar hukuman maksimal sesuai ketentuan yang berlaku. Bila dianggap perlu, hukuman kebiri segera diterapkan. (tin)