Pemerintah Kabupaten Bima Ambigu, Lahirkan Keputusan Tumpang Tindih
Ibarat mengurai benang kusut, itulah kondisi yang kini dihadapi warga Desa Oi Katupa Kecamatan Tambora. Sengketa lahan warga setempat dengan PT Sanggar Agro, seperti tidak ada ujungnya.
………………………………
Belum hilang dalam ingatan, di penghujung tahun 2016 lalu, ratusan warga Oi Katupa long march, jalan kaki menuju Kantor Bupati Bima yang berkedudukan di Kota Bima.
Tindakan itu diambilwarga, untuk menyuarakan nasib mereka. Sudah puluhan tahun bermukim di desapemekaran dari Kawinda To’i, lahan pertanian, rumah, kebun, yang mereka garapturun temurun digusur oleh PT Sanggar Agro, tanpa diberikan ganti rugi.
Untuk menuntut keadilansekaligus perhatian pemerintah daerah, warga sampai membangun tenda di eksKantor Bupati Bima, jalan Soekarno Hatta. Sekitar tiga bulan warga tidur di tenda,menunggu kejelasan nasib dan sikap dari pemerintah daerah saat itu.
Alhasil, Bupati Bima HjIndah Dhamayanti membentuk tim, menindaklanjuti rekomendasi DPRD Kabupaten BimaNomor: 172/358/DPRD/2016 terkait Hak Guna Usaha PT Sanggar Agro Karya Persadadi Kecamatan Tambora.
Tanggal 20 Oktober 2016Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri keluarkan Surat Keputusan Bupati Nomor:188.45/948/03.4/2016, tentang perubahan atas keputusan Bupati Nomor:188.45/922/03.4/2006 tentang pembentukkan tim tindaklanjut rekomendasi DPRDKabupaten Bima Nomor: 172/358/DPRD/2006 terkait HGU PT Sanggar Agro.
Kemudian tanggal 16Februari 2017 dibuat berita acara serahterima lahan seluas 200 hektare antaraPT Sanggar Agro dengan Pemerintah Kabupaten Bima.
Serahterima tanah 200hektare antara pemerintah Kabupaten Bima dari PT Sanggar Agro, tidak berartipersoalan tanah di Desa Oi Katupa selesai.
Masalahnya, lahan 200hektare itu titik koordinatnya dimulai dari mana. Warga setempat dibuatwas-was, karena tanah yang saat ini mereka garap malah terancam akan digusuroleh PT Sanggar Agro.
‘’Pasca ada kesepakatanantara Pemerintah Kabupaten Bima dengan PT Sanggar Agro soal lahan 200 hektaritu, kita tidak pernah ditunjuki. Inilahan yang boleh boleh digarap. Batasnya mulai dari sini sampai ke sana. Samasekali tidak ada penetapan,’’ keluh Syamsudin Muchsin, warga Oi Katupa
Apalagi kata dia, untuk menyelesaikanmasalah sebelumnya. Hak-hak warga yang dirampas dan didzolimi oleh pihakperusahaan. Sementara pemerintah Kabupaten Bima terlihat ambigu dalam mengambilkeputusan. Itu tergambar dengan jelas dari beberapa keputusan yang tumpangtindih dari pemerintah Kabupaten Bima.
Belum lagi, sikapperusahaan yang terus mengitimidasi dan mengancam akan mengusur lahan yang kinidi garap warga setempat. Tidak heran, perjuangan warga untuk mendapatkankembali hak-hak meraka yang selama ini telah dirampas tidak pernah berakhir.
Terakhir, warga setempat melaporkan masalah itulangsung ke pemerintah pusat. Laporan itu ditujukan pada Ketua DPR RI diSenayan melalui surat Nomor, 047/LASDO/XII/2019. Perihal, warga masyarakat DesaOi Katupa Kecamatan Tambora Kabupaten Bima Provinsi NTB menggugat PT SanggarAgaro Karya Persada.
Untuk laporan ke pusat ituwarga meminta bantuan Lembaga Adat Syariat Donggo (Lasdo). Membantu memediasi dan menyelesaikan sengketa tanah antara wargaDesa Oi Katupa dengan PT Sanggar Agro.
Dalam laporan setebalsekitar 200 halaman itu, dibeberkan semua, mulai dari HGU yang dipegang PTSanggar Agro, aktivitas yang dilaksanakan. Beberapa keputusan dikeluarkanpemerintah daerah untuk menyelesaikan sengketa antara warga dengan PT SanggarAgro. Hingga beberapa kejadian penggusuran tanah warga oleh perusahaantersebut.
Dalam laporan yangditandatangani Ketua LASDO, Arifin J Anat diuraikan secara gamblang tentang HGUyang dimiliki PT Sanggar Agro. Apa aktvitas yang dilakukan perusahaan tersebutselama memegang HGU. Hingga muncul sengketa antara warga Oi Katupa denganperusahaan tersebut.
Digambarkan, PT SanggarAgro awalnya memegang HGU atas lahanseluas 598,8 hektare. Melalui surat No. 60/HGU/BPN/1996, tanggal 14 Desember1996. Dengan jenis kegiatan, menanam kelapa hybrid seluas 10 hektare di lokasiso (Kawasan) Nanga La Hamid dan 2 hektare di so Sori Katupa.
Kemudian, memelihara danmelepas hewan ternak sapi di Desa Piong Kecamatan Sanggar. Sementara untukpenanaman coklat sebagaimana tertera dalam HGU, tidak dilaksanakan.
‘’Kegiatan PT Sanggar Agrosaat itu hanya bertahan sekitar satu tahun, karena semua hewan ternak yang dipeliharamati, hilang dan tidak terurus dengan baik. Bukti adanya aktivitas itu, saatini masih ada bekas baik air dan tempat untuk menaikkan dan menurunkanternak,’’ sebut Arifin dalam surat itu.
Tahun 1999, muncul HGU PTSanggar Agro No. 22/HGU/BPN/1999, tanggal 11 Maret 1999 dengan luas lahan, 3.962 hektare. Jeniskegiatan, penanaman jambu mete dan peternakan. Namun, kegiatan ini tidakdilaksanakan, karena tidak ditentukan lokasinya di mana.
‘’Praktis selama sekitar18 tahun, tidak ada aktivitas dilaksanakan PT Sanggar Agro di atas lahan HGUtersebut,’’ tandasnya.
Karena di lahan HGU itu,tidak ada kegiatan, tahun 2000 dan 2001, Badan Pertanahan Nasional (BPN) NTBkeluarkan surat peringatan pada PT Sanggar Agro. Yakni melalui surat, Nomor460/108/2000, tanggal 28 Agustus 2000, perihal, peringatan I, penertiban danpendayagunaan tanah. Kemudian surat Nomor 450/61/2001, tanggal 11 September2001, perihal peringatan kedua, penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar.
‘’Tahun 2014 PT SanggarAgro datang, mereka meminta lahan pada Kepala Desa Oi Katupa untuk pembibitankayu putih seluas 10 hektare di kawasan Sera Kara,’’ sebutnya. (Indra Gunawan-Bima/bersambung)