KOTA BIMA-Pemerintah Indonesia mencatat masih ada 234 mahasiswa Indonesia
di wilayah terisolasi China akibat wabah virus corona. Tiga diantaranya
termasuk mahasiswi asal Kota Bima. Yakni, Dea Aqila, Adelia Salsabila dan
Radhika Noviani. Dari tiga mahasiswi tersebut, hanya Adelia Salsabila memilih
pulang kampung.
"Saya pulang bukan karena virus Corona, tapi kangen sama orang tua.
Kebetulan lagi libur musim dingin," kata Adelia.
Adelia Salsabila, merupakan mahasiswi di Universitas Nantong, Provinsi
Jiangsu China. Alumni SMAN 4 Kota Bima ini tiba di kediamannya di Kelurahan
Penatoi Kecamatan Mpunda pada 7 Februari lalu dalam kondisi sehat.
Adelia terbang menggunakan pesawat dari Bandara Sanghai China bersama
sejumlah mahasiswa lain. Sebelum terbang, ia menjalani pemeriksaan kesehatan
sebanyak tiga kali. Mulai dari asrama kampus, bandara Sanghai dan di Indonesia
agar terhindar dari virus Corona.
"Alhamdulillah, saya dinyatakan sehat. Karena kalau tidak sehat, maka
akan diisolasi dan tidak bisa melanjutkan perjalanan," jelas Adelia via
WhatsApp, kemarin.
Sejak akhir Desember hingga awal Februari, ia dan dua temannya Dea Aqila
dan Radhika Noviani mengurung di asrama. Mereka dilarang keluar akibat wabah
Corona. Itupun keluar karena pergi
belanja di mini market terdekat.
"Di asrama kita tetap melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan
memakai masker," kata Adelia.
Sejak Virus Corona mewabah, di kampus tempatnya kuliah sementara ditutup.
Bahkan Kota Jiangsu yang biasanya ramai sekali, mendadak jadi sepi dan jalanan
lengang. Aktifitas angkutan umum seperti bis juga dihentikan sementara oleh
pemerintah Jiangsu.
"Saya ke bandara kemarin saja pakai taxi, karena bus tidak
beroperasi," kata Adelia.
Adelia belum memastikan sampai kapan dia di Kota Bima. Untuk kembali ke Cina
ia masih menunggu pengumuman dari pihak kampus. Atau mungkin menunggu sampai
China dinyatakan bebas dari Corona.
"Sebenarnya tanggal 24 Februari lalu kita sudah masuk kuliah. Tapi,
sampai sekarang belum ada informasi lebih lanjut dari kampus," jelasnya.
Jarak Jiangsu dan Kota Wuhan kata Adelia cukup jauh. Sekitar 700 lebih
kilometer. Meski demikian, pemerintah Jiangsu tetap membatasi aktivitas
masyarakatnya di luar ruang dan berkumpul dengan banyak orang. Pihak kampus
juga mengimbau untuk mengurangi interaksi dengan orang lain sebagai bentuk
pencegahan.
"Di pusat kota, kendaraan pribadi sudah tidak boleh melintas. Sehingga
untuk keluar jalan-jalan di tempat keramaian itu dilarang keras," sebut
Adelia.
Untuk memenuhi kebutuhan logistik kata dia, sudah terpenuhi dari asrama.
Termasuk persediaan masker untuk sehari-hari.
Hingga saat ini, Adelia tetap menjalin komunikasi dengan dua temannya di
Jiangsu. Mereka saat ini dalam kondisi baik-baik saja dengan para mahasiswa
lainnya.
Di asrama kampus kata dia, tempat berkumpulnya mahasiswa dari berbagai
mancan negara. Paling banyak datang dari Afrika. Ada juga beberapa dari Eropa.
Di Universitas Nantong tempat ia kuliah, mahasiswa Indonesia cuman sedikit.
Bisa dihitung jari. Yang dari dari NTB saja, hanya mereka bertiga.
"Ada dari juga dari Jawa, Jakarta. Tapi tak banyak," kata Adelia.
Semenjak Virus Corona mewabah, Kota Jiangsu dan beberapa kota lain di cina
terisolasi. Meski tidak separah Kota Wuhan, tentu bukanlah hal yang
menyenangkan bagi mereka. Mereka harus tetap waspada dan menjaga kesehatan agar
tidak tertular virus corona yang masih belum ditemukan obatnya.
"Rasa takut tetap ada," kata mahasiswi semester empat ini Jurusan
Bisnis ini.
Sementara Kepala SMAN 4 Kota Bima Siti Maryatun SPd MM mengaku, tetap
melakukan komunikasi rutin dengan mantan siswanya itu. "Alhamdulillah
mereka baik-baik saja di China," kata Maryatun.
Tahun 2018, sebanyak 7 siswa lulusan SMA Negeri di Kota Bima berhasil
meraih beasiswa ke Cina. Lima dari mereka merupakan lulusan SMAN 4 Kota Bima.
Dari 7 siswa tersebut, 3 orang lulus di
jurusan pendidikan dokter dan 4 pada jurusan bisnis. Hanya saja, dari 7
siswa tersebut cuma 3 yang bertahan dan melanjutkan pendidikan ke Universitas
Nantong, Jiangsu China.
Sedangkan empat lain memilih mundur. Termasuk tiga siswa yang lulus di
jurusan pendidikan dokter. Karena jurusan pendidikan dokter, pemerintah hanya
menanggung beasiswa separuh. Berbeda dengan jurusan lain, ditanggung hingga
selesai kuliah. Termasuk biaya makan, kuliah dan uang saku.
"Sementara satu orang lain di jurusan bisnis memilih kuliah di
Indonesia. Kebetulan saat itu dia mendapatkan dua beasiswa sekaligus,"
kata Maryatun. (jw)